“Sepak bola harus semangat dan harus terus diperbaiki. Anak-anak kita sudah bermain bagus,” begitu komentar Maulwi Saelan ketika menyaksikan pertandingan antara Indonesia melawan Malaysia yang berakhir dengan kemenangan Indonesia tiga gol tanpa balas. Komentar itu disampaikan kembali oleh putra Saelan, Asha Saelan ketika diwawancarai salah satu stasiun TV di rumah duka.
Duel antara timnas Sepak bola Indonesia dan Malaysia itu adalah pertandingan terakhir timnas yang dapat disaksikan oleh Maulwi Saelan bersama keluarganya meskipun hanya dari layar kaca. Kemarin Maulwi dipanggil Yang Maha Kuasa pada pukul 18.30 sesudah dirawat karena kondisinya menurun di Rumah Sakit Pusat Pertamina selama seminggu terakhir.
Maulwi Saelan Dijuluki Si Benteng Beton
Siapa yang tidak mengenal seorang Maulwi Saelan? Selain sebagai pejuang kemerdekaan Saelan juga dikenal sebagai pemain bola legendaris. Pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Agustus 1926 ini bahkan pernah menjadi Ketua PSSI 1964-1967. Di dalam masa kepengurusannya inilah inisiasi untuk membuat turnamen bagi remaja dicetuskan. Di dalam kepemimpinan itulah akhirnya lahir kompetisi bertajuk Piala Suratin U-17 sebagai ajang pembinaan pemain muda sebagai cikal bakal pemain nasional.
Kiprahnya sebagai pemain cukup mengkilat. Berkiprah di tim nasional Indonesia antara tahun1954-1958, Saelan menjadi tulang punggung timnas dalam mengukir beberapa prestasi luar biasa yang entah kapan dapat diulangi lagi.
Pada ajang Asiang Games 1954 yang dilaksanakan di Manila, Filipina, Saelan berhasil mempersembahkan medali perunggu bagi Indonesia. Bersama Ramang dan Djamiat Dalhar pada waktu itu, timnas bermain trengginas dengan melumat Jepang 4-1 dan melaju hingga semifinal. Namun langkah timnas yang diasuh pelatih Yugoslavia, Antoni “Toni” Pogalkcik harus terhenti setelah ditaklukkan Myanmar 4-5 yang pada saat itu masih bernama Burma.

Saelan menjadi bintang pada pertandingan pertama yang berakhir 0-0. Serangan-serangan dari para pemain Uni Soviet terhenti di bawah mistar gawang Saelan. Skor Kacamata bertahan hingga pertandingan berakhir. Kegemilangan Saelan itulah yang membuat dia dijuluki Benteng Beton.
Namun, itulah penampilan terbaik dari timnas 1956. Salean, Ramang dan Phan San Liong Cs harus mengakui ketangguhan Uni Soviet di pertandingan ulangan dengan skor telak 0-3. Uni Soviet yang dipimpin oleh si "manusia laba-laba" Lev Yashin masih terlalu tangguh bagi Indonesia.
Maulwi Saelan dan Sebuah Harapan
Setelah itu, Saelan lebih banyak terlibat dalam kegerakan Pemerintah Indonesia, termasuk menjadi Wakil Komandan Cakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden Soekarno sampai Soekarno berhenti menjabat.