Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jimat Botol Ajaib Kiper Mesir yang Tak Mujarab di Final Piala Afrika 2021

8 Februari 2022   20:55 Diperbarui: 8 Februari 2022   21:08 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya yang tertulis di belakang jerseynya nampak keren. Tertulis Gabaski. Mirip orang dari negara Eropa Timur yang memang terkenal dingin dan memiliki pemain dan kiper-kiper hebat dengan nama serupa. Lewandowski, Zielinski, Fabianski dan lain-lain yang serumpun.

Hanya pendukung Mesir, reken senegaranya, atau juga publik Afrika yang memadati Stadion Olembe, Younde, Kamerun tahu bahwa itu bukan nama asli pria klimis, yang gagah khas dari sungai Nil itu.

Nama aslinya adalah Mohamed Qotb Abou Gabal Ali. Kiper Mesir asal klub paling berhasil disana, Zamalek.

Di final, khususnya 90 menit, harus diakui, tuah nama berbau Eropa ini berhasil. Gabaski membuat stress para pemain Senegal dengan pergerakannya di bawah mistar gawang yang berhasil menggagalkan berbagai peluang. Mau peluang perunggu, perak atau emas berhasil digagalkannya.

Tendangan striker Senegal seperti Diedhiou, Bambe Dieng dan Gueye ditepisnya. Kehebatan Gabaski bahkan sudah nampak di awal laga, saat Senegal mendapat hadiah tendangan penalti di menit ke-7.

Pemain bintang Senegal, Sadio Mane yang menjadi eksekutor, dibuat Gabaski mesti sejenak tertunduk sedih, tendangan Mane ditepisnya keluar lapangan. Mesir dengan Gabaski nampak percaya diri, apalagi kegagalan penalti itu membuat Senegal yang mendominasi serangan, dipaksa bermain 120 menit.

Di extra time, kegagahan Gabaski semakin nampak. Hitungan saya, ada sekitar dua peluang emas yang mental di tangan Gabaski.

Pria berusia 33 tahun yang lahir di Asyuth ini nampak percaya diri, sesaat setelah wasit Victor Gomes asal Afrika Selatan, meniup peluit panjang untuk kedua kalinya. Tandanya babak adu penalti segera dimulai.

Gabaski sebelum final sungguh hebat di adu penalti. Di adu penalti semifinal lawan Kamerun, hanya tendangan top skor Vincent Abubakar yang tak mampu dihalaunya, sedangkan tiga penendang lain harus meratap bersama seisi Stade Olembe, karena bolanya tak berhasil masuk gawang Mesir.

Gabaski ternyata punya "jimat" menghadapi penalti, yang baru terekspose seusai final kemarin. Jimat berbentuk botol mineral, saya menyebutnya sebagai botol ajaib, jika memang itu yang membuat Mesir mengalahkan Kamerun di tarung adu penalti.

Apa kekuatan botol ajaib itu? Apakah dari kandungan air mineral yang diminum, atau dari botolnya yang sudah diisi dengan macam-macam azimat? Ternyata tidak.

Setelah ramai terekspose di linimasa twitter. Terlihat bahwa di luar  botol itu, tertempel kertas berisi nama-nama pemain Senegal dan juga kecenderungan arah tembakan penalti.

Menarik. Gabaski menggunakan data sebagai kekuatannya membaca arah tembakan pemain Senegal. Apakah ini mungkin akan berhasil? Tentu saja, berhasil, karena Gabaski sudah menghentikan delapan tendangan penalti dengan metode ini.

Apalagi, jika kita pernah bermain bola maka akan mengetahui bahwa kaki terkuat penendang, kiri atau kanan, akan cukup membatasi kecenderungan menendang penalti. Data yang tertempel di botol milik Gabaski menunjukkan hal tersebut.

Apakah berhasil? Di final, dua kali dapat dikatakan Gabaski berhasil. Selain tendangan Sadio Mane di waktu normal, tendangan B Sarri di babak adu penalti berhasil ditahannya. Tapi sayang, hal itu tak dapat membuat Mesir menang.

Sebenarnya Edouard Mendy, kiper Senegal tak lebih hebat dari Gabaski. Tendangan pemain Mesir, Abdelmonem menghantam tiang gawang. Sedangkan M. Lasheen yang terlalu lemah, memang sudah terlihat gugup, mirip seperti Bacary Saka yang tak kuat menahan tekanan di final Piala Eropa lalu.

Gabaski harus mengakui bahwa dia hampir dapat membaca semua arah tendangan pemain Senegal, namun nampaknya juga sudah ada persiapan para pemain Senegal menghadapi ketangguhan seorang Gabaski.

Perhatikan saja dua penendang pertama Senegal, yang mengalirkan bola dengan menyusur tanah. Gabaski gagal menghentikannya meski sudah membaca arah bola. Data mungkin dilawan data. Data bahwa kemampuan Gabaski cukup lemah dengan bola yang menyusur tanah.

Puncaknya adalah tendangan penalti Sadio Mane. Gabaski terlihat tersenyum, dan sebaliknya Mane nampak gugup. Jika Mane gagal, maka dia gagal penalti dua kali dan bisa membuat Mesir memenangkan final.

Mane yang lebih banyak memberikan kesempatan menendang penalti di Liverpool kepada Mo Salah, nampak berusaha menenangkan diri.

Gabaski nampaknya tahu kemana arah Mane akan menendang, dan jika itu terjadi Mane tahu yang dapat ia lakukan adalah menghujamkan bola lebih cepat dari lompatan Gabaski.

Mane menendang sekuat tenaga. Bola meluncur deras, Gabaski melompat kea rah yang tepat, tapi bola lebih dulu masuk ke gawang. Mane berteriak, membentangkan kedua tangan, sedangkan Gabaski hanya bisa tertunduk dan meratap.

Gelar man of the match tak mampu menutupi kesedihannya. "Nothing to say" kata Gabaski pendek.

Botol mineral, jimat sekaligus pemberi data itu ditinggalkan begitu saja. Kali ini memang tak berhasil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun