Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Kong, Gong Xi Fa Cai dan Mau Ditipu Lewat WA

1 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 1 Februari 2022   11:47 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pagi-pagi langsung teringat dengan Stev, teman baik, teman kuliah yang beretnis Tionghoa. 

Saya memanggilnya dengan sebutan Kong. Saya sih sebenarnya latah memanggilnya Kong saja, meski saya tahu ini kerjaan teman kuliah yang lain.

Di rumah, jelas Stev dipanggil dengan sebutan Koko, oleh dua adik perempuannya yang cantik-cantik. Teman kuliah lalu memajangkan "Ko" itu dengan tambahan "-ng", memanggilnya "Kong", karena merujuk pada tubuhnya yang besar. Kong memang tinggi, gemuk.

Sialnya, Stev alias Kong merasa panggilan itu adalah sebuah penghormatan. Stev kebetulan suka sekali kisah Kungfu, dan mengidolai karakter Son Go Kong. Dia mengira itu merujuk ke situ, padahal rujukannya beda. King Kong.  Ya, sudahlah, Stev mungkin hanya ingin berpikir positif.

Dulu--waktu jaman kuliah,  rumah Kong itu adalah tempat belajar sekaligus kongkow anak Teknik sipil angkatan kami, terutama para lelaki. Magnetnya tentu karena dua adiknya yang cantik ini.

Mereka (teman lelaki yang lain itu) memang benar-benar buaya darat. Karena itulah, Kong beberapa kali menceritakan bahwa dia mencurigai bahwa ada motif lain selain kerja tugas dari mereka yakni menggoda adik-adik perempuannya. 

Saya terkecuali, Kong mempercayai saya--syukurlah.

Alasannya kepercayaan Kong pada saya seperti ini. 

Kalau kerja tugas, maka saya paling serius---kata lain dari rela mengerjakan tugas bagi Kong dengan yang lainnya, apalagi Mekanika Teknik dan Kalkulus Teknik, dua makhluk paling menakutkan di awal kuliah yang cukup saya mengerti mengerjakannya.

Yang lain, para buaya darat itu,  mah modal dengkul. Tidur waktu tugas sedang dikerjakan, dan tiba-tiba terbangun saat adik-adik Kong lewat. Ini yang membuat Kong sering geleng-geleng kepala, tapi tak bisa menghindari bahwa begitulah anak teknik biasa bekerja.

Apakah saya tidak tertarik menggoda adik Kong? Tentu saja iya, saya masih normal, tetapi bagi saya kepercayaan itu sangat penting. 

Lagian bagi saya Kong itu adalah orang yang inspiratif bagi saya.

Meski beretnis tionghoa, Kong bukanlah orang China yang sangat kaya, konglomerat dan sebagainya. Keluarga mereka hanyalah memiliki sebuah rumah makan kecil di pinggiran kota, dimana menjadi tempat perhentian para supir bus luar kota untuk mampir makan.

Karena itulah orantuanya menginginkan Kong berkuliah di teknik dengan harapan lain, bisa menjadi kontraktor atau apalah.

Tertatih-tatih kuliah, bahkan hampir disebut legend bersama saya di kampus, ayahanda Kong meninggal dunia. Almarhum ayahnya memang yang paling mendorong Kong agar segera wisuda sarjana teknik.

Kong goyah, apakah dia harus menyelesaikan kuliah atau tidak. Rumah makan di luar kota ditutup dan mereka harus berpindah ke kota dan tentu membutuhkan banyak biaya.

Di tengah kekalutan itu, ibunya mendorong agar Kong menyelesaikan kuliah, demi bapaknya. 

Tapi karena ekonomi keluarga mulai terguncang, Kong juga mesti memulai usaha baru, yakni toko roti. Karena tak punya tempat yang layak untuk dijadikan toko, Kong memulainya dengan menitipkan roti di beberapa toko.

Di saat itulah, saya bersama Kong, untuk membantu menyelesaikan skripsinya. Kebetulan saya sudah lebih dulu satu semester menyelesaikan kuliah. Kong mesti wisuda. Begitu semangat kami, teman-teman untuk Kong.

Menjelang toko akan tutup, saya dan Kong akan pergi ke toko itu, untuk mengambil roti-roti yang sudah hampir kadaluarsa untuk diganti. 

Cukup lama Kong melakukan itu, dan saya melihat kegigihannya. Tak pernah malu, yang dia tahu, dia perlu melakukan itu karena dia adalah pengganti kepala keluarga.

Kong juga rajin berdoa. Logika dia tentang usaha kerja keras adalah kunci juga diimbanginya bahwa Yang Maha Kuasa akan memberi jalan di tengah kesulitan. Singkat cerita, Kong akhirnya wisuda, dan usaha rotinya itu berkembang dengan pesat.

Saat ini---bertahun-tahun setelah kisah perintisan itu, Kong sudah memiliki dua ruko di dua daerah berbeda dengan tambahan beberapa mobil yang menjual di titik-titik tertentu di tengah kota.

"Gong Xi Fa Cai" begitu pesan WA saya untuk Kong, pagi ini.

"Makasih bro..." balas Kong.

Saya tahu bahwa Gong Xi Fa Cai itu bukan secara berarti Selamat Tahun Baru Imlek, yang saya mengerti secara harafiah itu berarti doa agar yang diberi selamat tetap diberikan kemakmuran dan kesejahteraan.

Karena itu, harapan itu saya beri dengan tulus untuk Kong, untuk pejuang kemakmuran itu yang memang sudah bekerja keras sampai di titik itu.

***

Kurang lebih setengah jam setelah pesan WA saya untuk Kong lalu muncul pesan WA baru, dari nomor yang tidak dikenal.

 Ringkasnya isi pesan itu adalah memperkenalkan dirinya sebagai Devan dari aplikasi Telegr** dan memberitahua saya mendapat apresiasi uang 5 juta rupiah. Mau dikirim dari rekening bank atau kantor pos?.

Bukan hanya melalui pesan WA, tapi dia juga mencoba menelepon, tapi tidak saya angkat.

Saya tahu bahwa ini jelas penipuan. Saya lalu membalasnya dengan "sedikit" ramah.

"Devan saya ingatkan untuk yang pertama, jangan cari untung dari tipu menipu seperti ini, sy bukan orang kaya, cari hidup juga dari banting tulang...kalo kmau hbg saya laig, saya lapor polisi cyber untuk bergerak".

Bukan berhenti. Sang penipu membalas.

"Ini kaka benar an kk dikirima kantor pos atau lewat rekening kk"

Saya membalas pendek.

"Sudah dua kali"

Dia masih membalas.

"Ini kk benar an kk".

Saya membalas dan berharap ini pamungkas.

"Sekali lagi saya ini orang susah Devan, jangan buat idup sdh susah ini tambah susah".

Devan atau si penipu itu sudah berjam-jam tidak membalas lagi, dan akan diblokir.

Saya ingin rasanya menuliskan Gong Xi Fa Cai untuk sang penipu, untuk maksud agar diberi doa yang baik, tapi rasanya tidak bisa.

Semoga dia membaaca tulisan ini. Belajar dari Kong, bahwa kemakmuran itu datang dari hasil kerja keras, bukan dari tipu menipu.

Tapi ya sudahlah---tak mengapa. Saya ucapkan selamat saja juga.  " Untukmu Devan atau siapapun penipu itu...semoga segera ditangkap polisi jika masih begitu".

Sekali lagi " Gong Xi Fa Cai, Selamat Tahun Baru Imlek 2022  untuk Kong, keluarga dan yang merayakannya".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun