Ketika menuliskan "Jika Elkan Baggott Punya Saudara Perempuan, maka Timnas Putri akan Hajar Australia", sebenarnya saya sudah "selesai" dengan kekalahan 0-18 timnas putri Indonesia atas Australia di ajang Piala Asia Wanita 2022.
Maksud saya begini. Saya yakini bahwa kesalahan dari kekalahan memalukan itu bukan ada di para pemain timnas putri yang sudah berusaha maksimal. Mereka terlihat berlari mengejar bola sepanjang pertandingan, bukan hanya melongo atau diam. Mereka sudah berusaha semampunya.
Ya apresiasi patut diberikan kepada mereka, dan kesalahan ada di pengurus PSSI. Muzdalifa, Shalika Viandrisa dan teman-teman sudah memberikan yang terbaik, tetapi apa daya, mereka tak punya kuasa untuk mengatur ada kompetisi yang baik di kategori wanita.
Saya dan pembaca tentu sepakat bahwa akar dari kekalahan ini adalah karena tanpa kompetisi berjenjang yang baik di sektor wanita, yang membuat kita tidak akan punya timnas putri yang solid.
Sepakbola itu menuntut proses, bukan mengharap kejutan bahwa pemain yang tidak sering berkompetisi dapat mengalahkan pemain kelas dunia yang sudah berkompetisi di tingkat elit.
Intinya adalah anggota Garuda Pertiwi ini mencintai sepakbola, tapi tak punya kuasa untuk membuat kebijakan, mengatur sistim seperti PSSI. Sesederhana itu.
***
Karena sudah memahami alias sudah "selesai" itulah, ketika saya melihat foto para pemain timnas putri dengan Samantha Kerr yang diupload akun bernama Matildas merujuk nama julukan timnas Putri Australia, saya bisa melihat dari sisi yang lain. Saya tidak ingin atau berniat untuk mencemooh, tidak.
Mencemooh, iya, karena masih ada beberapa netizen yang sayang sekali menghujat tingkah manusiawi para punggawa timnas saat berfoto bersama Sam Kerr itu. "Masak kalah kok masih ketawa-ketiwi..." dan lain sebagainya yang serupa dengan itu.
Saya memilih membela para punggawa timnas putri, ada dua hal yang ingin saya kemukakan dalam argumentasi saya.