Akhirnya yang ditunggu-tunggu sudah nampak jelas. Pemerintah melalui Kemenkumham menyatakan menolak kepengurusan Demokrat Kubu Moeldoko atau yang sering juga disebut sebagai Demokrat KLB Deli Serdang.
Alasannya juga nampak terang benderang yakni berkaitan dengan dokumen yang belum dilengkapi yaitu mengenai  DPC, DPD, hingga surat mandat. Suatu hal yang merupakan faktor penting dari pengesahan kepengurusan, dan sayangnya tidak dipenuhi oleh kubu Moeldoko.
Pertanyaan berikut dan nampak penting adalah apakah ini akan menjadi akhir dari geliat politik dari Moeldoko? atau bisa menjadi game over bagi Moeldoko?
Menurut saya, jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Begini maksud saya, jika dilihat dari selentingan bahwa Moeldoko akan didukung pemerintah dan akan disahkan karena relasi yang ada pada saat ini, maka bisa dikatakan bahwa Moeldoko tidak mendapat dukungan semacam itu.
Artinya, dalam posisi seperti ini---gagal dalam kepengurusan, bisa disebut bahwa perjuangan Moeldoko sebenar ini bisa dikatakan sebagai manuver tunggal seorang Moeldoko, dan sayangnya gagal (saat ini).
Jika tidak mendapat dukungan, maka Moeldoko dapat disebut pincang. Di atas kertas banyak sekali lubang yang menimbulkan banyak pertanyaan jika dipaksakan untuk disahkan, dan benar, pemerintah tak mau mengambil resiko seperti itu, manuver Moeldoko tersendat.
Akan tetapi, ada sisi lain yang memang perlu diperhitungkan berkaitan dengan "game" yang sedang dimainkan oleh Moeldoko dan politisi pendukungnya. Maksud saya adalah bisa saja diduga bahwa penolakan ini memang sudah diprediksikan sebelumnya, dan muncul rencana pengganti sesudahnya.
Perhatikan saja, kubu Moeldoko nampak kecewa, akan tetapi mereka tetap mengajak kubu Demokrat AHY untuk tetap "berduel" melalui PTUN dan beberapa gugatan lainnya. Apa yang diharapkan? Tentu saja popularitas dan terus menimbulkan gangguan bagi Demokrat AHY.
Tujuannya apa? Saya tentu saja tidak tahu, tetapi jika harus menduga maka yang patut disimak adalah kadar dan pengaruh "gangguan" dari Demokrat Kubu Moeldoko kepada stabilitas Demokrat di bawah AHY ini.
Ini bisa berpengaruh, karena belum ada yang memastikan bahwa sesudah penolakan Kemenkumham ini maka geliat dari Demokrat Moeldoko akan berhenti atau tidak. Sepertinya tidak akan semudah itu, nampaknya ada harapan bahwa akan ada usaha agar tidak ada yang menjadi arang, dan juga abu, win-win solution.
Jika tidak diakui pemerintah, dan terus saling berargumen tentang berbagai hal berkaitan dengan Demokrat, maka harapannya bisa saja adalah ada akomodir kepentingan di Partai Demokrat, seperti rekonsiliasi dsb.