"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta pada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini," kata Jokowi  dalam Channel YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/2/2021).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya bicara soal UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang sedang ramai disorot berbagai pihak. Pernyataan Jokowi jelas dan tegas, bahwa dirinya bakal mengajukan revisi UU ITE ke DPR jika UU tersebut dinilai tak bisa memberi keadilan.
Menarik melihat berbagai reaksi orang akan pernyataan Jokowi ini. Di lini masa medsos saya, ada tanggapan yang menarik perhatian saya yakni dari teman yang selama ini bersikap oposan--jika tak mau dibilang anti Jokowi.
Teman ini bereaksi seperti terkejut dan tak percaya bahwa Jokowi pada akhirnya akan mengeluarkan pernyataan seperti ini.
Mulai dari pernyataan Jokowi yang mengatakan akan meminta Polri untuk memilah kasus yang berkaitan dengan UU ITE dan akan memberi masukkan melakukan revisi jika ada pasal karet di UU ITE tersebut.
Speechless, tak bisa bicara banyak. Mengapa? Karena sepertinya teman tadi mengira bahwa Jokowi akan bersikeras untuk tidak akan melakukan apa-apa terhadap UU ITE ini, yang berarti cap bahwa pemerintah itu anti kritik semakin menebal.
Selama ini saya amati, teman saya ini bukan politikus, tapi memang nampak tidak suka sejak Pilpres 2019 lalu karena perbedaan ideologi dan pilihan. Bagi saya sesuatu yang biasa di negara demokrasi ini.
Hanya sikapnya yang tak percaya dan terkejut atas pernyataan ini, seperti membuka perspektif saya lebih jauh, bahwa secara politis isu ini bisa digulirkan kemana-mana oleh pihak yang menginginkannya.
Maksudnya seperti ini. Saya termasuk di pihak yang berharap agar hukum di negara ini tidak tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. Saya juga berusaha rasional, untuk bisa membedakan kritik, ujaran kebencian atau fitnah ketika melihat isu pemerintah yang anti kritik ini yang dibalut dengan UU ITE ini bergulir semakin panas.
Hanya saya juga berusaha rasional dan tetap mawas bahwa ketika isu ini bergulir liar terbuka peluang akan adanya muatan provokatif  dan ditunggangi pihak-pihak tertentu yang ingin  membuat pemerintah semakin tidak dipercaya dan bisa berdampak pada situasi politik.
Jika saya tilik, ini sudah terbaca. Bisa ditendang kesana-kemari, dengan argumentasi yang memperlihatkan bahwa ada persoalan yang sangat besar yang tidak akan mau diselesaikan oleh pemerintah---apalagi kalau pemerintah ikut terpancing.
Di titik inilah saya pikir pernyataan Jokowi  terlihat sangat jitu, dan bahkan saya menyebutnya sebagai jurus kejut.
Jurus kejut yang membuat teman saya itu menjadi terperangah, dan mungkin membuat lawan politik, oposan mau tak mau harus bersikap lebih lembut, karena isu ini seperti ditenangkan dengan baik oleh Jokowi.
Pernyataan Jokowi ini menumbuhkan harapan bahwa UU ITE yang dibuat pada 2008 itu, akan direvisi jikalau memang diperlukan. Jokowi membuka ruang itu tetap ada, bahkan berjanji akan menginisiasinya bersama DPR.
Lalu apa yang akan terjadi? Perubahan cara pandang terhadap Jokowi dan pemerintah yang dianggap tidak mau, menggunakan UU ITE ini sebagai sarang anti kritik, menjadi pihak yang terbuka, dan ditunggu gerak selanjutnya.
Untuk itu, menurut saya, akan terjadi transisi debat dengan tema yang berbeda. Inilah yang membuat saya mengatakan ini jurus jitu bin kejut dari Jokowi.
Oke, sekarang pemerintah sudah mau membuka ruang itu, ayo sekarang berikan pendapat, masukkan, solusi, apa yang perlu dibahas daripada sedikit-sedikit bilang takut memberikan kritik, takut dilaporkan ke polisi dan lain sebagainya. Begitu kira-kira maksud Jokowi.
Di titik ini, saya memilih untuk menunggu. Melihat bagaimana ruang diskursus tentang UU ITE ini menjadi lebih konstruktif, dan apabila memang pada akhirnya ruang diskusi itu membuahkan hasilnya pada waktunya, maka dapat direspon oleh pemerintah seperti janji Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H