Ada apa dengan isu-isu ini? Jawaban yang paling mungkin adalah para partai politik mesti mengambil ancang-ancang untuk menyiapkan posisi mereka terhadap posisi Anies nantinya.
Apalagi ada satu hal yang menarik yang mungkin dilupakan. Jika berlangsung serentak, maka Pilpres akan berjalan lebih dahulu daripada Pilkada.
Desain politik yang terlihat paling mungkin dan penting, jika koalisi pemerintah mau menggandeng Anies adalah untuk memastikan bahwa Anies turun di pilpres mewakili siapa, atau bernegosiasi dengan Anies untuk melepas pilpres dan turun di pilkada saja,
Ancang-ancang ini perlu karena situasi covid-19, lalu penolakan terhadap revisi UU membuat banyak calon potensial yang terjebak untuk berada di satu pilihan.
Perlu Dibaca :Â Menerka Politik Taktis Pertemuan Prabowo dan Anies
Maksudnya seperti ini; Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Anies Baswedan akan diganti oleh pejabat sementara (pjs) pada 2022 nanti, mereka kehilangan panggung dan akhirnya mesti memilih bertempur di pilpres saja atau pilkada saja.
Hitung-hitungan ini, membuat para parpol, perlu memping-pong tokoh politik yang diincarnya, sekaligus mempersiapkan diri jauh-jauh hari, agar tidak terjadi tumpeng tindih dalam pengusungan calon.
Misalnya. Jika Anies dibujuk untuk ikut pilkada saja, maka tinggal dibereskan bagaimana poros-poros politik mempersiapkan calon untuk presiden nanti.
PDIP-Gerindra misalnya akan mengusung Prabowo-Puan, dan tanpa Anies maka jalan mungkin akan seperti jalan tol, mulus.
Akan tetapi negosiasi politik ini terus berjalan. Dalam politik, apapun bisa terjadi. Ketika kekuatan oposisi berkurang setelah Gerindra bergabung ke dalam pemerintah, Anies meungkin galau, dan "terpaksa" memilih untuk bergabung ke partai koalisi pemerintah.
Hanya, sekali lagi apapun bisa terjadi. Bisa saja ada partai koalisi pemerintah yang bermanuver demi Anies, tapi bukan sekarang, nanti, karena ketika bermanuver saat ini, akan merugikan, karena pemerintahan masih tersisa 3 tahun lagi.