Masih hangat rasanya  untuk membahas Raffi Ahmad, sang selebritis yang didaulat mewakili milenial pada saat vaksin perdana bersama Presiden Jokowi yang dilaksanakan di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Raffi memang membanggakan, minimal pada hari H vaksin. Akan tetapi sesudah itu, Raffi membuat pusing jajaran Istana. Raffi nampak berbuat "nakal", karena tak berapa lama kemudian disorot media karena dicurigai telah terlibat dalam sebuah pesta privat tanpa protokol kesehatan.
Mau tak mau, di tengah hujatan dan kekecewaan publik, Raffi minta maaf. Raffi merasa telah teledor karena tidak menjaga marwah sebagai duta vaksin millennial.
Syukur bagi Raffi, sepertinya dia tak jadi diproses hukum, meski nakal, menurut kepolisian, acara yang dihadiri Raffi tidak melanggar protokol kesehatan.
Sebenarnya terpilihnya Raffi juga mengundang komentar dari berbagai pihak. Mengapa harus Raffi, bukan selebriti lain? Deddy Corbuzier bahkan secara terang-terangan mengatakan bahwa komika, Raditya Dika terasa lebih cocok daripada Raffi.
Akan tetapi, harus diakui, kepopuleran Raffi memang sedang dan terus menanjak, sang "sultan" ada dimana-mana, baik sendirian maupun bersama keluarga di hampir setiap stasiun televisi. Itulah yang mungkin membuat Istana memandang Raffi cocok menjadi duta vaksin.
Polemik yang menimpa Raffi ini, memang akhirnya  menyibukkan dan menimbulkan keramaian, bahkan membuat saya ataupun publik  terlupa untuk sebuah hal yang penting, yang mungkin terlewatkan atau terlupakan di momen ini.
Apakah itu? Yaitu tentang Keberadaan Staf Milenial Presiden.
Mengapa staf millennial ini dilupakan ketika misi Istana sebenarnya adalah memperbanyak influencer dari generasi muda untuk mempromosikan bahwa vaksin itu halal dan aman?
Belum ada penjelasan yang resmi namun, saya pikir untuk menjawabnya kita perlu menginta kembali pemilihan para staf milenial ini dan kontroversi yang menyertainya setelah itu.
Publik tentu ingat pada November 2019 silan, Jokowi menunjuk beberapa anak muda menjadi  staf khusus kalangan milenial.