Di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda, secara lugas Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan 3 alasan mengapa Indonesia membutuhkan China dalam bidang ekonomi dan sebagainya.
3 alasan itu sebagai berikut ; Pertama, 18% pergerakan ekonomi dunia dikontrol China, kedua, selain Amerika Serikat (AS), China juga memiliki pengaruh kuat terhadap pergerakan ekonomi dunia dan ketiga, Indonesia menganut sistem bebas aktif.
Dari 3 alasan ini Luhut ingin menjelaskan bahwa  China memang cukup kuat  mengontrol pasar global. Negeri Tirai Bambu itu menancapkan kakinya dengan kokoh di berbagai sektor terutama di sektor ekonomi. Angka pengaruh China mencapai 18 persen, sebagai perbandingan Amerika Serikat 25 persen, artinya China memag kuat.
Jika demikian, apakah Indonesia pada akhirnya pasrah dan akan ikut dengan kemauan China karena pengaruh yang besar ini? Pertanyaan ini menjadi  isu besar dan sering dipersoalkan oleh beberapa pihak.  Untuk pertanyaan ini, Luhut memberikan penjelasan yang cukup logis.
Luhut menjelaskan bahwa ada 5 kriteria yang dibuat pemerintah dengan China dalam menjalin relasi, dengan harapan agar ada simbiosis mutualisme. Pertama, China harus bawa teknologi, kedua, harus teknologi transfer, ketiga, memberi nilai, keempat, Â dia harus melakukan B2B dan kelima dia harus menggunakan tenaga kerja kita sebanyak mungkin.
****
Baik mari kita bicara sedikit tentang data soal ini, khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan. Pada Januari 2020, data Kepabeanan China menunjukan bahwa selama Januari--November 2019, Â total perdagangan Indonesia-China mencapai US72,4 miliar, hasil yang positif karena dinilai meningkat di tengah kelesuan perdagangan global.
Di waktu yang bersamaan,  Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun  juga menjelaskan bahwa Indonesia saat ini berada di posisi ke-16 sebagai negara target ekspor Negeri Tirai Bambu, sedangkan Indonesia menempati urutan ke-15 negara pengekspor terbesar ke China.
Jika sedikit menyinggung soal pariwisata, harus diakui bahwa turis dari China juga berkontribusi signifikan terhadap pemasukan di sektor ini. Selama tahun 2019, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman ke Indonesia mencapai 16,11 juta kunjungan dan wisman berkebangsaan China mencapai 2,07 juta kunjungan (12,86%), nomor dua setelah Malaysia dengan 2,98 juta kunjungan (18,51%).
Data ini nampaknya penting bagi Luhut untuk menjelaskan bahwa Indonesia tidak sengaja untuk "berkiblat" ke China, namun secara global dan secara mutualisme ini sebuah kerjasama yang baik bagi Indonesia.
Jika ditanya apakah hanya China-sentris, Luhut membantahnya. Luhut juga menjelaskan bahwa  Indonesia juga menjalin kerja sama serupa dengan negara lain seperti Amerika Serikat dan negara- negara di kawasan Timur Tengah. Investasi di Abu Dhabi saja diberitakan mencapai nilai fantastis, US$ 25 miliar. Pemerintah nampak ingin agar tetap terjadi balance of power antara Timur Tengah, Tiongkok dan Amerika Serikat, harus diakui ini sebuah langkah yang  strategis.