TVRI sepertinya sudah kembali ke selera asal, setelah memutuskan untuk tidak lagi menyiarkan Liga Inggris. Alasannya karena Dirut TVRI yang baru, Imam Brotoseno merasa perlu ada yang harus diselesaikan soal hak siar Liga Inggris tersebut.
Ada apa dengan hak siar? Brotoseno tidak menjelaskannya dengan detil, tetapi secara logis dapat diduga bahwa ini soal nilai kontrak, debet kredit dan sebagainya. TVRI mungkin merugi dan perlu merevisi kontrak Liga Inggris yang nilainya bisa mencapai triliunan tersebut.
Beredar juga alasan lain yang lebih politis. Brotoseno sebagai direksi baru sepertinya ingin "taat" terhadap dewan pengawas. Bukankah dewan pengawas menjadikan alasan tayangan Liga Inggris untuk memecat direktur lama, Helmy Yahya?
Saat itu, selain nilai kontrak, dewan pengawas juga mengatakan bahwa Liga Inggris bukan lah jati diri bangsa. Memutus kontrak Liga Inggris, dapat berarti bahwa direksi dan dewan pengawas sekarang sudah klop, akur damai sejahtera.
Ah, saya tidak peduli soal kedua hal itu. Bagi saya, tanpa Liga Inggris, TVRI sudah menjadi butiran debu, dan pasti akan ditinggalkan penonton.
Memutus tayangan yang menurut bahasa Helmy Yahya, sebagai 'killer content" atau tayangan yang dapat menarik pemirsa, berarti bahwa TVRI sudah siap menjadi televisi yang "begitu saja".
Maksud saya dengan "begitu saja" adalah TVRI sudah siap menjadi stasiun televisi yang ada tetapi nampak tiada. Sebelum Liga Inggris ditayangkan, banyak perbincangan lucu tentang TVRI beberapa waktu lalu.
"Bro, Liga Inggris mau ditayangkan di TVRI!"
"Ah yang benar. Btw, TVRI masih ada?".
Nah, begitu sudah. Jaman 1960-1980an, TVRI boleh Berjaya karena menjadi satu-satunya yang mengudara, tetapi sesudah stasiun televisi mengudara, tanpa kreativitas isi konten dan keberanian, TVRI lambat laun dilupakan. Bahkan yang tersisa adalah cerita nostalgia belaka.
Cerita tentang tayangan seperti Oshin, Aneka Ria, Ria Jenaka, Little House on The Prairie, Losmen dan lain sebagainya yang sebentar lagi sudah menjadi debu dan dilupakan. Ini juga diingat karena penikmat di jaman itu masih hidup, tapi kalau sudah meninggal maka akan tinggal kenangan.