Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arief Poyuono, Kadrun, dan Tagar Tenggelamkan Gerindra

17 Juni 2020   18:13 Diperbarui: 17 Juni 2020   18:14 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arif Poyuono : Gambar : (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)

Misalnya, ketika  bicara tentang polemik antara Ade Armando dan Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari (BAKOR KAN) Sumatera Barat yang melaporkan Ade Armando pada 10 Juni lalu karena mengklaim "kadrun" adalah istilah rasial dan juga adalah istilah buatan PKI.

Laporan ini sangat serius karena BAKOR KAN merasa bahwa istilah 'Kadal Gurun' atau disingkat 'Kadrun'  merupakan sebutan rasis dan perlawanan yang dilakukan oleh Ade Armando untuk  menuduh bahwa agama Islam adalah agama orang Arab yang tidak pantas hidup di Indonesia.

Selain itu BAKOR KAN  juga menyebut istilah 'Kadal Gurun' atau disingkat 'Kadrun' bukan sesuatu yang baru tetapi sebuah idiom lama bikinan orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai penyebutan atau olok-olok mereka terhadap Rasulullah SAW dan umat Islam. Soal kebenaran kedua hal ini  mungkin kan dibuktikan jika sampai di meja pengadilan nanti.

Definisi  dari Ade Armando tentu saja berbeda. Menurut Ade, "Kadrun" adalah bahasa yang dipakai sekarang itu untuk menjelaskan orang-orang yang berpikiran sempit, terutama yang dipengaruhi oleh gerakan ekstremisme, fundamentalisme dari Timur Tengah, sehingga disebut 'Kadal Gurun'.

Nah, ketika polemik ini belum selesai, dan telah memunculkan kebencian di kelompok tertentu, maka pihak Gerindra tentu merasa perlu untuk menetralisir letupan 'kadrun' dari Poyuono secepatnya dan  menjelaskan bahwa pernyataan itu bukan pernyataan resmi Gerindra.

***

Saya melihat bahwa reaksi cepat internal Gerindra  ini terasa penting  karena tagar #tenggelamkan Gerindra, 'kadrun' tentu saja kontraproduktif bagi popularitas Gerindra  menuju Pilkada 2020 nanti atau jangka panjangnya adalah menuju Pilpres 2024.

Jika tidak cepat diredam, maka akan dengan mudah dimainkan atau ditunggangi kelompok lawan untuk mengurangi kekuatan Gerindra saat menjadi lawan tanding di Pilkada atau Pilpres nanti.

Contoh paling aktual tentu soal Ade Armando dan kelompok masyarakat Sumatera Barat yang menentangnya. Sumatera Barat adalah salah satu basis Gerindra, maukah Gerindra kehilangan massa di basisnya tersebut karena ada kadernya yang salah ucap soal Kadrun dan sebagainya? Tentu saja tidak kan?

Jika berproyeksi lebih jauh ke Pilpres 2024, ini bisa saja ada hubungannya, soal elektabilitas Prabowo misalnya. Berdasar hasil survei, elektabilitas Prabowo meski tetap berada di peringkat satu, namun terus mengalami tren penurunan. Salah satu musababnya karena panggung untuk Prabowo tampil serba terbatas, saat memilih berposisi sebagai Menteri Jokowi.

Karena itu, Gerindra tentu sudah mengatur strategi sesudah melihat kondisi seperti ini. Saya menduga  hal yang dilakukan Gerindra adalah menunggu momentum yang tepat bagi Prabowo untuk show on. Selain itu Gerindra merasa membutuhkan waktu untuk me-recovery dukungan kepada Prabowo yang mulai berkurang, khususnya pendukung yang kecewa ketika melihat Prabowo memilih bergabung dengan pemerintah Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun