Prabowo Subianto sudah pasti akan menjadi Ketua Umum Gerindra lagi. Dikabarkan bahwa seluruh kader Partai Gerindra telah kompak menginginkan Prabowo untuk kembali memimpin partai periode 2020-2025.
Dalam Rapat Pimpinan Nasional (rapimnas) Partai Gerindra yang dihelat secara virtual pada Kamis (4/6/2020), 34 Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra sepakat Prabowo menjadi ketua umum dan ketua dewan pembina.
"Seluruh 34 DPD menginginkan Pak Prabowo kembali memimpin Partai Gerindra," kata Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat Andre Rosiade dilansir dari Kompas.com.
Ini kabar baik atau buruk? atau biasa saja? Bagi saya biasa saja, sampai sekarang dan mungkin selama Prabowo masih bergairah untuk berpolitik seperti sekarang ini, maka Prabowo ya Gerindra, dan Gerindra adalah Prabowo.
Secara kepartaian pun, saya rasa Gerindra tak ada pilihan lain. Tidak ada figur lain dan prestasi Gerindra juga tak jelek-jelek amat, salah satu yang mungkin membuat beberapa orang kecewa ya Prabowo gagal jadi Presiden dan mau menjadi Menteri. Selebihnya, mengkilap.
Lihat saja, bagaimana Prabowo berhasil membuat Gerindra meraup suara kedua terbanyak nasional dalam Pilpres 2019 dan suara ketiga terbanyak di parlemen. Ini patut diapresiasi.
Soal figur pengganti, bahkan tidak nampak ada yang lebih baik dari Prabowo. Sehingga jika mengacu pada judul tulisan ini, “Jika Prabowo Tak Mau menjadi Ketum Gerindra?”, maka yang muncul bisa saja hanya imajinasi belaka yang sulit menjadi kenyataan.
Bayangkan saja jika bukan Prabowo, lalu siapa? Fadli Zon? Wah, jika demikian Gerindra akan berantakan.
Fadli memang sudah banyak makan asam garam, akan tetapi komentarnya sering menyulut api, baik kawan maupun lawan, syukur-syukur kubu lawan yang terganggu, bagaimana jika lumbung sendiri yang terbakar. Sampai sekarang biarlah Fadli memainkan perannya dengan “beroposisi selalu dalam suka dan duka”.
Sebenarnya ada nama Sandiaga Uno, nama yang santer terdengar. Elektabilitas Sandiaga bahkan dikabarkan terus meningkat. Persoalannya dinamika politik nasional gampang berubah, karena itu kematangan berpolitik masih amat dibutuhkan.
Maksud saya adalah butuh tokoh berpengalaman yang berpolitik seperti bermain layangan, tahu kapan menarik benang dan kapan mengulur, Sandi masih butuh waktu, jika bicara itu, meski kuat dari sisi finansial. Gerindra akan amat rapuh jika mengambil resiko memilih Sandi.
Selanjutnya yang menarik adalah melihat gerak biduk Gerindra sebagai partai, jika bukan Prabowo sebagai Ketum.
Jika kita cermati, di Indonesia belum ada partai yang secara sehat menampakan biduk dengan nahkoda yang diregenerasi dengan baik.
PDIP masih ada Megawati, Demokrat warnanya masih SBY meski AHY yang sudah menjadi Ketum. Politik dinasti masih nampak. Nasdem dengan Surya Paloh sepertinya akan mengekor saja apa yang dilakukan PDIP dan Demokrat.
Prabowo dengan Gerindranya sepertinya akan sulit menduplikasi apa yang dilakukan oleh ketiga partai diatas, karena Prabowo tidak punya kader kuat dari kalangan keluarganya sendiri. Pilihannya adalah Prabowo mesti berani menunjuk orang lain, nah kalau ini resikonya amat besar, dan apa yagn terjadi di Partai Amanat Nasional (PAN) amat mungkin terjadi di Gerindra.
Di PAN, Amien Rais sebagai pendiri ketika memberikan tempat kepada orang lain, maka lambat laun akan tersingkir. Transisinya juga tidak berjalan mulus, sehingga PAN nampak masih saja menjadi penggembira dalam dua pemilu terakhir karena sibuk mengurus masalah di internal partai.
Jika Prabowo tidak menjadi Ketum lagi, maka potensi seperti PAN amat mungkin terjadi. Mungkin tak ada yang berani untuk melawan Prabowo, tetapi pergesekan amat mungkin terjadi, apalagi Prabowo juga akan sulit mengontrol partai jika tidak menjadi Ketum lagi.
Soal pergesekan, tentu saja ada. Keputusan Prabowo menjadi menteri Jokowi saja tentu saja sudah memecah, akan tetapi kekuatan Prabowo masih amat kuat untuk meminimalisir friksi tersebut. Prabowo masih amat kuat.
Oleh karena itu, Gerindra tentu tidak mau mengambil resiko mengganti pucuk tertinggi di dalam situasi seperti ini apalagi menjelang Pilkada 2020 dan persiapan Pilpres 2024 nanti.
Gerindra perlu menjaga stabilitasnya. Prabowo mesti tetap memimpin, kekuatan leadershipnya masih amat kokoh saat inidan juga kekuatan negosiasi Gerindra dengan para petinggi partai besar lain yang juga orang lawas seperti Mega, SBY dan Surya Paloh kan lebih mudah dengan Prabowo sebagai Ketum.
Lalu sampai kapan Prabowo menjadi Ketum Gerindra? Akan ada dua peristiwa yang akan mempengaruhi, yaitu apa yang akan terjadi di 2024 nanti, dan apa keputusan Prabowo nantinya. Gerindra masih amat Prabowo-sentris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H