Empat hari lalu  PM India Narendra Modi mengumumkan lockdown setelah pejabat kesehatan India melaporkan bahwa ada 469 kasus positif COVID-19, sehingga mengakibatkan 10 kematian di India.
Pada saat itu, Modi memperingatkan bahwa siapa pun yang nekat ke luar berarti sangat berisiko membawa virus corona ke dalam rumah mereka. "Untuk menyelamatkan India dan setiap orang India, akan ada larangan total untuk keluar dari rumah Anda," kata Modi, tegas.
Modi juga mengatakan bahwa jika tidak melakukan isolasi atau lockdown selama 21 hari maka India terancam  mengalami kemunduran dalam 21 tahun ke depan.
Setelah empat hari, ternyata lockdown tersebut terlihat tidak berjalan mulus. Kekacauan terjadi di seantero negeri terutama di Delhi, Â karena lockdown memicu kepanikan warga.
Warga India mulai ketakutan ketika dilarang keluar meninggalkan rumah mereka dalam jangka waktu lama, mereka berlomba-lomba untuk berbondong-bondong berbelanja  karena kuatir akan kehabisan pasokan selama masa lockdown.
Panic buying telah terjadi tanpa bisa dikontrol oleh pemerintah. Pasokan barang menjadi kurang dibandingkan kebutuhan yang membuat harga bahan-bahan pokok naik lebih dari dua kali lipat.
Kegilaan itu membuat orang kembali berkerumun di jalanan, dan  seperti menjadi bumerang karena akan berpotensi besar menyebabkan penyebaran virus corona dalam jumlah yang masif.
Ada apa dengan lockdown di India yang berakhir kacau ini?
Pemerintah India dianggap melakukan lockdown tanpa perencanaan.Â
Sebelumnya, PM Narendra Modi mengatakan bahwa pasokan kebutuhan di India cukup, tetapi kenyataannya tidak demikian dan masyarakat sudah terlanjur menjadi panik.
Kenyataan bahwa  jutaan orang terancam kehilangan pekerjaan dan tanpa uang akibat lockdown ini, membuat banyak orang dalam ketakutan atas penyebaran virus corona sekaligus takut menjadi lapar di kota Delhi dan memilih untuk pulang ke desa asal, padahal transportasi umum telah dihentikan operasinya oleh pemerintah.