Saya cukup gerah dengan berbagai percakapan tentang Virus Corona. Alasannya karena percakapan tentang menyebarnya Coronavirus itu bahkan sampai membuat beberapa orang di sekeliling saya bisa bersikap seperti dokter ajaib penemu penangkal dari Corona.
"Eh, itu orang yang terkena Corona jika makan itu sayur marungga, Â maka akan bisa sembuh"
Sayur ini memang ajaib (di Indonesia namanya kelor), tetapi saya belum menemukan artikel di dunia ini bahwa Corona bisa sembuh karena sayur itu.Â
Bagi saya sih, sayur itu sangat ampuh sebagai pencuci perut, membuat saya lancar tentram jika ke belakang. Pembaca pasti mengerti maksud saya.
Belum habis soal itu, muncul lagi teori ajaib lain. "He, sepertinya kalau makan daging bab*, maka Corona akan hilang".
(Saya terdiam sejenak). "Bab* panggang atau bab* bakar?"
Sebenarnya saya mafhum. Belum jelasnya konfirmasi tentang obat  penyembuh Coronavirus ditambah dengan  semakin banyaknya orang yang terjangkiti di dunia termasuk di Indonesia, membuat tidak sedikit orang menjadi panik dan akhirnya berlagak menjadi seorang  ahli.
Nah, Â bagi saya panik itu manusiawi, apalagi manusia cenderung akan spontan mengikuti pola di sekitarnya dalam keadaan seperti ini. Takut, ramai-ramai takut.Â
Lalu tidak takut lagi, lalu takut lagi dan begitu seterusnya tergantung keadaan hati dan sekitarnya.
Hanya kepanikan itu seharusnya bisa dikontrol. Otak diberikan untuk bisa mengontrol kepanikan sehingga tidak melakukan tindakan yang memperburuk keadaan atau bahkan membuat kita menjadi nampak bodoh. Â
Semua informasi tidak disaring kebenarannya, bahkan kita cenderung menjadi pembuat informasi yang abal-abal. Seperti cerita saya di atas.