Judul ini mungkin akan dinilai standar ganda, mengajak orang untuk tidak bersilat kata atau bersilat lidah tetapi terkesan memaksa orang untuk mengikuti pendapat sendiri. Eh, biasa aja ding, nama juga tulisan opini. Toss.
Tulisan opini itu biasa kalau ada yang tidak suka atau suka, nah bahaya kalau semuanya menyukai tulisan opini kita, tanpa sedikitpun kritik, nah itu bisa dicurigai, opini atau opium. Ehh.
Ah, sudahlah basa-basi, langsung saja pada pertanyaannya, apakah Ahok cocok untuk menjadi  Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara (IKN)?
Jawabannya? Pastilah cocok. Mengapa? Karena kalau tidak cocok, pria bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama  ini tentu tidak akan dicalonkan oleh Presiden Indonesia, Jokowi. Begitu,
Pencalonan atau dicalonkan itu tidak mudah, perlu bibit, bebet dan bobot yang dipertimbangkan, apalagi urusan negara. Â Memilih ketua kelompok arisan ibu-ibu saja sulit, apalagi memilih Kepala Badan Otorita yang akan mengurus Ibu Kota baru pasti berlipat ganda penilaiannya.
Lho, jangan anggap remeh soal ketua kelompok arisan ibu-ibu. Tugasnya seabrek, mulai dari mengatur jadwal arisan, mengatur jadwal juga jika ada yang mau namanya terlebih dahulu mendapat uang arisan karena ada keperluan mendesak, dan paling sulit adalah digosipin oleh ibu-ibu yang lain di luar atau pada waktu jam arisan. Beginilah, begitulah, berat.
Nah, karena itulah, Jokowi memunculkan empat nama sekaligus selain Ahok sebagai calon, ada  eks kepala bappenas Bambang Brodjonegoro,  Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Tumiyana, dan Bupati Banyuwangi Azwar Anas.
Lalu sekarang jika ditanya siapa yang paling cocok untuk memimpin Ibu Kota baru? Saya akan dengan subyektif mengatakan Ahok.Â
Calon-calon yang lain memang orang hebat, tetapi Ahok menurut saya jelas lebih komplit.
Bambang Brodjonegoro itu tak bisa dipungkiri adalah seorang perencana ulung, ide gila untuk membangun ibu kota baru menjadi mulus karena Jokowi dibantu perencana sehebat Bambang.