Dalam testimoni para pelaku, dengan menggunakan cara ini, dalam sehari dapat dilakukan lima hingga enam order fiktif dalam rentang waktu dua jam saja.
Lalu apa yang dapat dilakukan oleh penyedia jasa ojek online ini? Jika ditelusuri, sepertinya manipulasi yang masih terjadi hingga sekarang menunjukan bahwa penyedia jasa nampak tidak dapat berbuat lebih banyak selain mengancam para mitranya---pengemudi ojek agar jangan pernah melakukan manipulasi seperti ini.
Penyedia jasa ojek online tersebut jika mendapati ada pelanggaran, maka akan memberangus akun-akun yang bertindak menipu tersebut, hanya persoalannya penyedia jasa tidak bisa melarang orang yang sama mendaftar dengan akun yang berbeda.
Pada Agustus 2018, Grab sudah lebih maju dengan merilis  fitur 'anti-tuyul' pada aplikasi Grab milik mitra pengemudinya untuk mencegah aktivitas aneh di ekosistem Grab, Gojek mungkin melakukan hal yang sama, hanya persoalannya, ruang untuk mencegah itu secara total juga belum bisa dilakukan.
Alasannya mungkin karena teknologi memang berkembang dengan pesat, sehingga aplikasi seperti fake GPS atau Mock Location dll juga bermutasi menjadi aplikasi yang lebih canggih sehingga masih bisa digunakan.
Selain itu, memasang fitur, lalu melakukan pengawasan secara ketat juga tidak mudah dilakukan, apalagi jika hukumannya hanyalan pemblokiran akun, maka jumlah nomor telepon yang banyak dan akun yang banyak bisa menjadi jalan cerdas para manipulator ini.
Manajemen ojek online mungkin perlu terus berinovasi menemukan cara untuk mencegah ini terjadi lagi. Selain itu bagi publik, selama tidak merugikan konsumen maka tidak terlalu menjadi persoalan. Ya, manipulasi ini jelas hanya merugikan pihak manajemen ojek online.
Konsumen aman, manajemen yang stress.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H