Persoalannya bukanlah hal yang mudah untuk memberhentikan Sitti. Keanggotaan KPAI menurut Peraturan Presiden (PP) No 61 Tahun 2016 tentang KPAI disebutkan bahwa anggota KPAI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KPAI bisa diberhentikan atas usul KPAI melalui menteri.
Selain itu, dikatakan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Anggota KPAI diberhentikan tidak dengan hormat karena: dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau melanggar kode etik KPAI.
Artinya pemecatan masih mungkin dilakukan, jika KPAI memberikan usulan kepada Menteri dan diteruskan sebagai rekomendasi ke Presiden. Alasannya tentu bukan karena pidana namun karena kode etik. Kabarnya kode etik belum diatur secara jelas. Nah ini seharusnya peluang, agar anggota KPAI yang mengeluarkan pernyataan tanpa mendasar dapat diberhentikan.
Kontroversi Sitti membuat sepak terjang KPAI terus dipertanyakan.
Lembaga ini kerap terlibat dalam hal-hal kontrovesial tanpa apresiasi positif yang cukup dari publik.
Ini berarti KPAI harus segera berbenah, begitupun dengan pemerintah yang mesti mengevaluasi diri untuk lebih jeli memilih anggota KPAI agar pernyataan kontroversial tidak sering keluar dari tokoh publik yang dipilih karena dianggap sudah melewati tes yang cukup.
Jika pada akhirnya tidak dipecat, anggap saja bahwa Sitti sudah mengalami "hukuman" dari publik. Â Ini mungkin bukan berupa kartu merah, tetapi kartu kuning. Jika terjadi lagi, pemecatan mestinya adalah hal yang lumrah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H