Di sebuah  Balai Latihan yang kecil di Sumba, saya  bercerita dengan seorang  Pastor tentang situasi di China berkaitan dengan wabah Virus Corona. Bagaimana sudah lebih dari 1300 orang meninggal dan sekitar 59 ribu orang telah terinfeksi. Ini memang benar-benar sebuah wabah, mengerikan dan amat memprihatinkan.
Di tengah cerita keprihatinan kami, pastor lantas bercerita tentang sebuah keluarga yang dipisahkan karena Virus mematikan ini. Bukan dipisahkan karena kematian, tetapi orang tua harus dipisahkan dengan anak-anak ketika salah satu di antara mereka terinfeksi. Sedih membayangkannya.
Bagaimana cinta kasih di antara keluarga itu, anak-anak kehilangan cinta kasih orang tua, dan orang tua harus menahan diri mengeluarkan cinta mereka untuk anak-anak mereka. Kadang-kadang kenyataan hidup seperti ini mungkin tidak pernah  dibayangkan tetapi nyata terjadi.
Hari ini, 14 Februari adalah hari Valentine, hari Kasih Sayang. Â Di China, cerita kasih sayang itu hanya berlalu sekejap seperti sebuah bayangan. Tak ada lagi coklat maupun bunga yang bertebaran dimana-mana secara masif.
Simbolisasi Hari Kasih Sayang ini tidak sesemarak yang dulu. Misalnya, toko bunga di Jingshan, sebuah kota kecil di Provinsi Hubei tampak amat sepi dengan pengunjung. Padahal seharusnya Valentine biasanya dapat semeriah perayaan Tahun Baru Imlek.
Bunga Mawar  itu sebenarnya tetap bermekaran  dan kelihatan indah, namun orang-orang di sana tidak bisa meninggalkan rumah untuk dapat membeli bunga itu dengan rasa sukacita dan aman.
Jalan-jalan Jingshan namapk lengang, tak ada pasangan yang dapat berjalan beduaan, mampir ke toko bunga, mengambil bunga kesukaan mereka, dan saling memberi balas bunga dan pelukan kasih sayang.
Bukan saja di Jingshun, di Kumming kota yang adalah rumah bagi pasar bunga terbesar di Asia dan mampu menjual 1 juta mawar pada Hari Valentine juga tampak amat sepi. Tahun ini hanya sekitar 40 ribu pesanan bunga, jauh dari angka sejuta pada tahun lalu.
Secara keseluruhan memang wabah ini mempengaruhi bisnis bunga di Hari Valentine. Harga bunga menjadi turun 75 persen, dan 80 persen toko bunga dan pasar bunga terpaksa harus berhenti beroperasi.
Di jalanan, bunga-bunga itu memang nampak sendirian meski masih berusaha menarik perhatian banyak orang di hari istimewa  dengan pesonanya.
Akan tetapi yang mampir hanyalah beberapa orang, namun untuk mencium aroma wanginya saja orang-orang itu tak mau, dan juga tak sanggup, karena mereka juga tak rela untuk melepas masker mereka.Â