Kedua, soal SDM. Helmy paham bahwa TVRI yang memiliki kurang lebih 4800 karyawan TVRI dengan 79% adalah PNS dan usia yang tak muda, membuat mimpinya untuk menciptakan industri kreatif di TVRI menjadi tidak mudah.
Perlahan dengan sistim mutasi dan rebranding menanamkan kebanggan, TVRI dapat berbenah dari kinerja yang semakin hari semakin baik.
Ketiga, mengenai kualitas produksi, TVRI mengalami perubahan signifikan. Selain kanal yang disediakan juga sudah HD kualitas produksi siaran juga semakin baik. Rating TVRI menurut Nielsen juga terus merangkak naik.
Pria yang telah menciptakan lebih dari 200 karya televisi dan memenangkan 18 Panasonic Awards ini memang jago soal ini. Content is the king, kata Helmy tentang kunci kesuksesan sebuah stasiun televisi.
***
Panggilan melakukan perubahan yang disebut Helmy dengan country calling itu menemui jalan terjal. Kurang dari dua tahun masa jabatannya usai, Helmy dipecat oleh Dewan Pegnawas TVRI.
Perubahan-perubahan yang telah dilakukan dianggap angin lalu karena dianggap telah menerabas etika, kesopanan dan "tata tertib" TVRI sebagai televisi "tua" yang mungkin terlihat menjunjung adminstraf daripada inovatif.
Dalili-dalil pemecatan dapat dibaca disini.
Mungkin saja frasa di atas nampak berpihak, tetapi mungkin saja hal itulah yang terjadi. Melakukan panggilan negara itu terkadang harus siap "berperang" Â menghadapi situasi, dan orang-orang yang lebih menyukai zona nyaman daripada perubahan. Sayangnya, kerap terjadi bahwa Si pembuat perubahan dianggap pengganggu rantai, dan harus diberhentikan.
Publik yang menyukai perubahan yang ada tentu menjadi terkejut dengan perberhentian ini. Bahkan ada yang mengatakan bahwa demi sepak bola dan bulutangkis, anulir pemecatan Helmy Yahya.
Helmy memang pada akhirnya melawan, poin-poin perlawanannya dapat dibaca disini. Helmy merasa tidak pantas diberhentikan dan akan memilih jalur hukum.