Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengenal Harun Masiku, Dianggap Bersih tapi Diburu KPK

11 Januari 2020   21:57 Diperbarui: 14 Januari 2020   18:21 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya," kata Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Harun Masiku pasti tidak pernah menduga dan bermimpi bahwa karir politiknya harus dijalani seperti ini.

Keinginannya menjadi anggota DPR RI melalui jalur Pergantian Antar Waktu (PAW), ternyata berakhir dengan dirinya harus dikejar atau menjadi buron KPK.

Harun ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 yang juga menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu tertangkap tangan bersama Agustiani, orang kepercayaannya bersama dengan Syaiful sebagai tersangka pemberi suap.

Harun diyakini KPK berada di balik pemberian suap ini, demi memuluskan langkahnya sebagai anggota DPR RI melalui jalur PAW menggantikan Nazarudin Kiemas anggota DPR dari PDIP, yang meninggal dunia pada Maret 2019

Jumlah uang dalam kasus suap ini sungguh besar. Kabarnya, biaya total yang diminta Wahyu Setiawan untuk membantu penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI sejumlah  Rp 900 juta.

Setelah beberapa kali realisasi pencairan, jalan sempat mandek karena KPU sempat menolak permohonan  PDIP untuk menetapkan Harun sebagai anggota DPR PAW.

Wahyu menjanjikan untuk "siap mainkan" dan akhirnya pada 8 Januari 2020, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) senilai  Rp 400 juta yang berada di tangan Agustiani dalam bentuk dolar Singapura.

Keberadaan Harun masih misterius hingga saat ini. Pria yang lahir di Jakarta pada 21 Maret namun dibesarkan di Bone, Sulawesi Selatan ini menghilang.

Mau lari kemanapun, Harun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum, apalagi Harun memang memiliki latar belakang ilmu hukum yang sangat kental.

Harun pernah berkuliah di Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar pada 1989 hingga 1994. Kemudian ia bekerja sebagai pengacara di Dimhart and Association Law Firm, Jakarta hingga 1995.

Setelah itu karir Harun semakin mengkilat. Harun didaulat menjadi pengacara korporat di PT Indosat, Tbk hingga 1998.

Ingin mengembangkan ilmunya, Harun melanjutkan studi S2 mengenai Hukum Ekonomi Internasional di University of Warwick, Inggris melalui jalur British Chevening Award.

Sepulang dari Inggris, harun bekerja di perusahaannya Senior Partner Johannes Masiku & Associates Law Offices sejak 2003.

Harun ingin lebih tinggi lagi, dan memilih untuk berkarir sebagai politikus. PDIP bukan merupakan rumah pertama Harun, Harus lebih memilih Demokrat sebagai kendaraan politiknya, tentunya saat SBY masih jaya-jayanya.

Pada tahun 2009, Harun menjadi Tim Sukses Pemenangan Pemilu dan Pilpres Partai Demokrat di Sulawesi Tengah untuk memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono.

Jalan itu membuat Harun lebih dekat dengan kerjaan legislatif saat  menjadi Tenaga Ahli Komisi III DPR pada 2011, selain tetap aktif sebagai Anggota Perhimpunan Advokat Indonesia.

Harun benar-benar terjun sebagai calon legislatif di Pemilu 2014 lewat Partai Demokrat daerah pemilihan Sulawesi Selatan III,meski pada akhirnya gagal.

Tak mau patah arang pada Pemilu 2019 yang lalu, dia memilih berpindah ke PDIP untuk kembali mengikuti Pileg. Harun tercatat merupakan caleg PDI-P dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan dengan nomor urut enam. Lagi-lagi Harun gagal.

Meski namanya tak lolos ke Senayan, jalan kembali terbuka bagi Harun saat dimajukan PDI Perjuangan untuk menggantikan Nazaruddin sebagai PAW.

Terkesan tak biasa karena secara aturan KPU sudah  memberikan jatah kursi Nazarudin ke Riezky Aprilia, caleg PDIP yang meraih suara terbanyak kedua.

Akan tetapi, PDIP menolak dan menginginkan Harun Masiku yang menggantikan Nazarudin di DPR, dengan mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

Sebuah lika-liku yang menjadi pertanyaan publik.

Disisi lain, alasan PDIP memilih Harun seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (9/1/2020)  karena Harun dianggap sebagai  sosok yang bersih.

"Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya," kata Hasto.

Bersih bagi seorang politikus terkadang relatif. Rekam jejak seakan sia-sia, jika pada akhirnya salah melangkah.  Bersih secara individu, jika tak mampu menahan diri menghadapi sistem yang salah.

Sosok yang dianggap bersih itu, sekarang menjadi buron KPK.  Cerita dan mimpi Harun menjadi anggota DPR RI terancam gagal, kemungkinan dalam jangka waktu yang lama. Mungkin juga mimpi itu terpaksa harus dikubur dalam-dalam karena peristiwa ini. 

Referensi : 1 - 2 - 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun