Memoar penulis Jepang Haruki Murakami yang terbit pada 2007 berjudul  What I Talk About When I Talk About Running, menginspirasi banyak pelari. Dalam memoarnya itu, Murakami merefleksikan hasratnya untuk berolahraga lari jarak jauh, hubungannya dengan menulis, dan ikatan antara berlari dan hidup.
Di memoir ini, ada beberapa perspektif atau kutipan menarik dari Murakami yang mempengaruhi kehidupannya dan banyak yang lain. Salah satunya bertuliskan seperti ini.
"Pikiran yang terpikir saat saya berlari seperti awan di langit. Awan dengan segala ukuran berbeda. Mereka datang dan mereka pergi, sementara langit tetap ada, langit yang selalu sama. Awan hanyalah tamu di langit yang berlalu dan lenyap, meninggalkan langit".
Maksud Murakami sangat mendalam dibalut kalimat yang indah ini. Berlari bukanlah soal sebuah pencapaian, lebih dari sekedar sebuah perlombaan, tetapi bicara tentang kehiudpan itu sendir.
Berlari terkadang adalah soal  bagaimana jiwa itu terbuai ketika fisik dipacu untuk sebuah pencapaian, jiwa itu larut dengan keadaan sekeliling, bahkan terbaharui ketika berpadu dengan alam di sekitar ketika lintasan demi lintasan alam dilewati.
Marathon Jogja menawarkan persis seperti yang Murakami katakan. Mandiri Jogja Marathon 2019 memberikan nuansa yang istimewa yang  akan dirasakan para peserta letika mengayuh kaki mereka dengan sentuhan berbagai keunikan pada tradisi dan alam Yogyakarta sebagai latar belakang lomba.
Lihat saja rute yang dilewati para pelati. Ketika para pe;ari mulai berlari dari titik start di lapangan utama Roro Jonggrang,  selanjutnya  pemandangan Gunung Merapi yang luar biasa akan dapat dinikmati mulai Km 13 hingga Km 15.
Meski para pelari akan dibatasi oleh waktu dan hitungan-hitungan jarak, namun di setiap tikungan para pelari akan menjumpai banyak hal yang tak dibayangkan termasuk pelajaran dari berbagai tempat bersejarah yang tak ternilai.
Pada Km 26, pelari akan disambut oleh Monumen Taruna Perjuangan dengan Museum Pelataran. Dua tempat bersejarah yang menjadi saksi bisu kisah perjuangan taruna Akademi Militer pada tahun 1949. Monumen ini mengenang para taruna Militer Academy (MA) atau Akademi Militer (Akmil) saat itu yang gugur saat pertempuran melawan Belanda.
Pada Km 37-39 pelari ditemani oleh indahnya Candi Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Arti nama dari kedua candi yang terletak di parit yang sama ini dijelaskan  sebagai berikut. Candi Plaosan Lor dinamakan demikian karena letaknya di utara, kata "lor" dalam bahasa jawa berarti utara. Sedangkan Candi Plaosan Kidul artinya Candi Plaosan Selatan, kata "kidul" dalam bahasa jawa berarti selatan.
Kedua candi ini amat cantik dengan pahatan yang relatif halus dan rapi, sama seperti pahatan di dinding Candi Borobudur, tanda bahwa nenek moyang kita memiliki kreativitas yang tinggi dengan tingkat seni yang tinggi.