Pertemuan antara Jokowi dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kemarin sore masih menarik untuk diperbincangkan. Polarisasi yang sebenarnya masih memanas ketika kedua kubu belum juga bertemu dalam kerangka rekonsiliasi digemparkan oleh kedatangan AHY ke Istana Merdeka.
Seusai pertemuan yang berlangsung kurang lebih 30 menit tersebut, di depan pers AHY menjelaskan semangat pertemuan antara keduanya.
"Yang jelas semangatnya adalah kita ingin melihat Indonesia ke depan semakin baik. Kita juga harus terus menyumbangkan pemikiran dan gagasan karena tentunya sebagai semangat dari demokrasi dan keinginan mewujudkan Indonesia semakin baik ke depan," ucap AHY.
Jokowi yang tidak sempat hadir memberikan keterangan langsung pada wartawan, menyampaikan kegembiraannya  atas pertemuan tersebut melalui Instagramnya.
"Pertemuan saya dan Mas AHY ini adalah silaturahmi yang baik, berpayung semangat kebangsaan untuk senantiasa bersama-sama memajukan Indonesia," tulis Jokowi di foto yang diunggahnya.
Meskipun Jokowi menyatakan pertemuan ini seperti sebuah silahturahmi biasa, namun paling tidak kita bisa menebak makna penting dibalik pertemuan ini. Paling tidak ada dua makna yang dapat diungkapkan.
Pertama, makna bahwa mulai ada cooling down sesudah pilpres. Sebagai "lawan" dalam perhelatan politik yang lalu, pertemuan ini dapat dikatakan sebagai silahturahmi resmi yang terjadi antara kedua kubu 01 dan 02.
Meskipun AHY tidak dapat dikatakan mewakili 02 secara keseluruhan, namun statusnya dirinya sebagi ketua Kogasma Demokrat yang cukup aktif dalam kampanye Prabowo-andi tentu saja dapat dimaknai sebagai pencairan suasana politik.
Pertemuan ini terasa amat tepat, jika konteksnya, adalah memberi kesejukan. Mendekati pengumuman resmi KPU 22 Mei nanti, harus diakui bahwa suhu politik menjadi semakin memanas ketika kubu tertentu mengadakan pertemuan-pertemuan yang semakin membuat posisi kedua kubu semakin menjauh. Pertemuan AHY dan Jokowi seperti mendekatkan kembali.
Kedua, pertemuan ini mau tidak mau harus diakui bermakna untuk kepentingan kekuasaan ke depan. Pola hubungan seperti ini, jika kita harus mundur pada Pemilu 2014 itu sudah terjadi. Koalisi kedua belah pihak akan saling berhadap-hadapan pada masa kampanye, namun sesudah itu munculah koalisi pembentukan  pemerintahan.