Bukan Fadli Zon namanya jika tidak menyindir tindakan Jokowi. Terakhir, Fadli menyindir Jokowi terkait dengan pengiriman Luhut Pandjaitan sebagai utusan Jokowi untuk bertemu dengan Prabowo.
Setelah menganggap Luhut sebagai The Real President,  karena banyak hal yang menurut Fadli harus dilakukan sendiri oleh Jokowi  bukannya Luhut, Fadli masuk ke dalam poin utama yang ingin dikemukakan.
Fadli berpendapat bahwa pertemuan antara Luhut dan Prabowo tidak diperlukan. Fadli merasa tidak ada yang perlu dibicarakan antara Jokowi dan Prabowo. Â Fadli juga berpendapat bahwa belum saatnya pertemuan itu dilakukan karena yang paling penting sekarang adalah berkonsentrasi untuk mengawal suara.
"Saya kira itu dulu sampai tuntas. (Kalau ketemu) mau ngomong apa? Mau bahas apa coba?" kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (22/4/2019).
Mari menjawab Fadli. Jokowi sejak awal sudah menjelaskan bahwa pertemuan dengan Prabowo sebagai bentuk rekonsiliasi.
Saat rekonsiliasi dilakukan, poin penting yang ingin disampaikan oleh Jokowi adalah memperlihatkan kepada rakyat Indonesia bahwa pesta demokrasi telah berlansung dengan baik, dan para elit politik dapat kembali akur setelah kompetisi.
"Agar kita bisa komunikasi dan kalau bisa bertemu sehingga rakyat melihat bahwa pemilu telah selesai dengan lancar, aman, damai," kata Jokowi di Plataran Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, (18/04/2019).
Tim Kampanye Nasional (TKN) lalu menjelaskan lebih detail tentang tujuan pertemuan itu. Melalui Wakil Ketua TKN, Johny Plate, TKN menjelaskan bahwa Jokowi sengaja mengutus seseorang untuk menjembatani pertemuannya dengan capres 02 Prabowo Subianto, guna mencairkan suasana politik yang tengah memanas karena kedua kubu masih saling klaim kemenangan di pemilihan presiden 2019 ini.
Jika  tujuan ini sungguh baik, mengapa Fadli Zon seperti menganggap hal ini sebagai "ancaman". Ada beberapa kemungkinan untuk menjawab ini.
Pertama, Fadli memang merasa bahwa pertemuan ini akan membuat konsentrasi mengawal suara terganggu. Pihak Fadli menganggap bahwa ada kecurangan di mana-mana, sehingga peluang kehilangan suara yang banyak yang "membatalkan" Prabowo sebagai Presiden dapat terjadi.
Namun Fadli juga harus siap menerima kenyataan jikalau pelanggaran dan kecurangan memang ada, tetapi jika itu dikatakan masif sehingga mempengaruhi perolehan suara secara signifikan, belum tentu dapat dikatakan seperti itu.