Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi (BM) melaporkan pemilik empat akun media sosial ke Bareskrim Polri atas dugaan kasus pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Kabar pelaporan ini bagi saya cukup mengejutkan karena profil BM yang saya ketahui bukan orang yang cepat lapor melaporkan orang. Lebih banyak yang saya ingat dari BM adalah kecerdasannya dalam mengulas politik dan juga kesabaran di dalam berdebat atau berkomunikasi dengan lawan bicara.
Soal yang pertama, mungkin didasari BM memang dikenal sebagai seorang pengamat politik berbasis survei atau data. Karena berbasiskan data, analisis yang disampaikan beliau terdengar dan terlihat cermat dengan cara komunikasi yang tersampaikan dengan tertata rapi.
Oleh karena itu, tak perlu heran jika pria berusia 41 tahun yang adalah seorang akademisi ini  kerap hadir menjadi narasumber jelang pilkada, pilgub, dan pilpres. Kehebatan itu, membuat dirinya pernah  meraih "Anugerah Media dan Komunikator Terbaik Pilpres 2009" kategori pengamat dari Strategy Public Relations.
Soal kesabaran, pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah ini amat santun dengan lawan bicara. Beberapa kali jika harus semeja dengan politikus garang dan sering memotong lawan bicara (termasuk dirinya), BM kerap tidak termakan emosi dan lebih sering memberikan kesempatan kepada lawan bicaranya.
Sehingga dari beberapa hal ini, saya berpikir untuk kasus ini, BM jelas sedang kehilangan kesabarannya.
Kesabaran atas apa? BM dituduh sebagai dalang hasil hitung cepat atau quick count Pilpres 2019 palsu. Tak hanya dituding palsukan hasil quick count, dia juga dituding menerima uang Rp 450 miliar.
"Sejak kemarin diserang ribuan akun yang menuduh saya menjadi dalang quick count palsu yang ada di TV dan menerima bayaran Rp 450 miliar dalam rangka menjalankan quick count palsu dengan menggunakan strategi post truth," kata BM yang membawa serta barang bukti postingan ke gedung Bareskrim Polri, Senin, (22/4/2019).
BM juga mengaku meksipun sudah cukup bersabar menerima bully-an warganet, namun kali ini dia merasa tudingan itu pihak luar itu keterlaluan dan langsung menyerang kredibilitas serta martabatnya.
Untuk poin ini saya berpikir apa yang dilakukan oleh BM adalah hal yang wajar dan manusiawi. Kewajaran ini tentu berkaitan dengan proses pembelajaran edukasi intelektual politik yang selama ini diperjuangkan oleh BM.
Jika BM dalam setiap analisanya menggunakan data, maka BM tentu berharap bahwa tudingan tentang pemalsuan quick count juga harus disertai, namun BM merasa tidak mendapatkan hal itu dari para penudingnya.