Matchweek 20 Liga Premier Inggris diwarnai dengan peristiwa menarik  berkaitan dengan beda gesture saat menerima hadiah penalti di dua pertandingan. Pertandingan pertama yakni antara Liverpool berhadapan dengan Arsenal di Anfield Stadion dan laga antara Fulham Vs Huddersfield Town di Craven Cottage.
Mengapa menarik. Pertama, saat hadiah penalti kedua diberikan kepada Liverpool di menit ke-65. Ini adalah hadiah penalti kedua yang diberikan kepada Liverpool. Penendang penalti utama Liverpool adalah Mo Salah, dan sebelumnya di menit ke-45, Salah sudah berhasil mengeksekusi penalti pertama.
Bola sudah dipegang oleh Salah sesudah Virgil Van Dijk dijatuhkan pemain belakang Liverpool saat hendak menyambut tendangan bebas. Hadiah penalti  lantas diberikan wasit Michael Oliver. Alih-alih meletakkan bola di titik putih, Salah mendekat ke arah rekannya, Roberto Firmino.
Salah tersenyum dan membisikan sesuatu ke Firmino. Firmino tampak agak terkejut, namun dari wajahnya dia terlihat amat bahagia. Salah memberikan kesempatan kepada Firmino untuk mencetak hattrick pada saat itu. Firmino sebelumnya sudah mencetak dua gol.Â
Firmino akhirnya berhasil menceploskan bola dan bergembira bersama pemain lain di tengah sorakan seluruh penonton yang hadir di stadion.
Amatlah pantas jika pendukung Liverpudlian bersorak dan pulang dengan puncak kebahagiaan. Hal ini bukan saja disebabkan karena kemenangan besar, 5-1  yang diraih atas Arsenal, tetapi juga gesture istimewa yang ditunjukan oleh Salah saat pertandingan terakhir The Reds di tahun ini.
Pelatih Jurgen Klopp ikut hanyut, terpukau dan terharu untuk apa yang dilakukan oleh Salah. "Tahun 2018 ditutup dengan sebuah hadiah Natal dari Mo Salah," kata Klopp.
"Mo Salah memberikan penalti itu kepada Bobby dan saya nyaris menangis, karena kita semua tahu betapa besar keinginan Mo untuk mencetak gol,"
"Ketika saya melihat dia kemudian berselebrasi dengan Bobby, saya hanya bisa berkata 'wow'. Itu luar biasa. Sejauh ini, itu adalah gesture terbaik musim ini - benar-benar indah." tambah Klopp yang tampak sangat bergembira.
Belum ada komentar dari Salah soal gesture yang dilakukannya seusai pertandingan, namun tentu hal itu juga sangat membahagiakan bagi Roberto Firmino.Â
Menurut catatan Opta, Â ini adalah hattrick perdana Firmino di Liga. Bukan itu saja, torehan ini menjadikan Firmino menjadi pemain ketiga asal Brasil yang melakukan itu setelah Robinho (ManCity vs Stoke pada Oktober 2008) dan Afonso Alves (Middlesbrough vs Man City pada Mei 2008). Kedua pemain Brasil itu terakhir melakukannya lebih dari sepuluh tahun lalu. Pantas Firmino amat senang.
Abobubakar Kamara yang Tidak Mau memberikan Bola pada Mitrovic
Kisah bahagia di Anfield ternyata tidak terjadi di pertandingan lain saat Fulham berhadapan dengan Huddersfield Town.
Pertandingan berlangsung cukup ketat.Hingga tersisa sepuluh menit, sepertinya pertandingan akan berakhir seri bagi kedua tim karena Fulham gagal menembus pertahanan Huddersfield. Dua tim penghuni papan bawah ini memang berjuang saling mengalahkan, dan Fulham yang diarsiteki Claudio Ranieri berusaha memanfaatkan kesempatan besar saat menjadi tuan rumah.
Menit ke-83, wasit Kevin Friend memberikan hadiah penalti bagi Fulham karena seorang pemain Huddersfiel kedapatan handsball. Di sinilah drama singkat terjadi di hadapan para penonton di Stadion Craven Cottage.
Secara default, penendang penalti Fulham seharusnya pemain bernomor punggung sembilan, Aleksandr Mitrovic. Namun, entah mengapa striker Fulham yang lain, Aboubakar Kamara tidak mau membiarkan bola diambil oleh Mitrovic.
Beberapa pemain Fulham berusaha membujuk Kamara untuk segera membiarkan Mitrovic yang menjadi algojo, tetapi Kamara tetap tidak mau. Meski terlihat tidak puas, Mitrovic melakukan tindakan terpuji dengan akhirnya berlapang dada memberikan Kamara kesempatan.
Kamara menendang, dan bola penaltinya berhasil ditepis oleh kiper Fulham, Jonas Lossl. Craven Cottage terdiam, pertandingan tersisa tujuh menit lagi. Beruntung, di menit ke-90, Mitrovic berhasil membobol gawang lawan dan membuat Fulham berhasil meraih tiga poin.
Seusai pertandingan, Claudio Ranieri melampiaskan emosinya.
"Saya mengatakan kepada Aboubakar Kamara untuk menyerahkan bola kepada Aleksandar Mitrovic. Mitrovic adalah pemain yang seharusnya menendang penalti," kata Claudio Ranieri.
"Sulit dipercaya, Kamara tidak menghormati saya, klub, tim, dan suporter. Saya berbicara kepada dia bahwa sikapnya tidak benar. Saya ingin 'membunuh' Kamara karena seharusnya Mitrovic yang mengeksekusi penalti," ucap Ranieri lagi.
"Tak bisa dipercaya. Ini pertama kalinya dalam hidup saya (melihat hal semacam ini)" pungkas Ranieri.
Penendang Penalti Ditentukan Sebelum Pertandingan
 Kisah rebutan untuk menendang penalti cukup sering terjadi, meskipun si penendang biasanya sudah ditentukan sebelum pertandingan. Pelatih biasanya memilih sang algojo karena berbagai alasan, yang terutama berkaitan dengan tiga hal, skill, mental dan kepemimpinan.
Meski Firmino berhasil mencetak gol, tetapi Klopp mengonfirmasi fakta ini dengan cukup jelas.
"Waktu itu, saya sejujurnya tak terlalu senang, karena Bobby tak terlalu sering menuntaskan penalti dalam latihan. Namun hari ini benar-benar adalah harinya, jadi tak masalah." ujar Klopp.
Teknik menendang penalti Salah memang sulit terbaca kiper lawan, selain itu harus diakui Salah sudah terbiasa menjadi ujung tombak Liverpool ketika menghadapi situasi sulit.
Akan tetapi ketika skor sudah 4-1, dan Firmino berkesempatan mendapatkan hari terbahagianya, Salah mengambil keputusan yang akhirnya menuai pujian, memberikan kesempatan ke Firmino.
Jika gagal, mungkin Klopp akan kecewa, tetapi tidak sekecewa apabila penalti itu adalah penalti yang akan menentukan jalannya pertandingan.Â
Sebaliknya dalam kasus Fulham vs Huddersfield, Â dalam situasi kritis, Mitroviclah yang terpercaya, bukan Kamara.
"Saya ingin "membunuhnya" " ujar Ranieri, yang mungkin hampir jantungan  karena tingkah Kamara.
***
Semuanya telah terjadi dan tetap dirasa perlu mengapresiasi kedua pemain meski dalam sudut pandang yang berbeda.Â
Di sisi Mo Salah, harus diakui bahwa pemain Mesir ini tahu persis cara untuk mengambil keputusan penting di momen yang tepat yang akhirnya menginspirasi banyak orang.
Meski skor mungkin tidak lagi menentukan dengan berhasil atau tidaknya penalti, namun dalam iklim sepak bola modern yang kompetitif, jarang sekali ada pemain yang mau memberikan kesempatan kepada pemain lain.Â
Menguasai panggung menjadi impian setiap orang, tetapi berbagi panggung, hanya orang istimewa yang dapat melakukannya.
Begitupun dengan Kamara. Kamara seperti ingin mengambil momentum. Kamara berpikir, jika berhasil, dia akan menjadi pahlawan bagi Fulham. Dia bukan pemain yang terkenal, bukan siapa-siapa dan ingin "tampil lebih". Mungkin inilah saatnya.Â
Disinilah dibutuhkan keberanian. Harus diakui Kamara memang berani, sayangnya, pemilihan momentum itu terasa kurang tepat.
Kita dapat belajar sesuatu. Cerdaslah untuk membaca momentum seperti Salah dan beranilah seperti Kamara. Jika itu berjalan baik, sinar terang akan datang, meski bukan kita yang berada di panggung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H