"Ini jadi motivasi lebih bagi kami. Seperti Selengkapnya, 28 Oktober adalah Hari Sumpah Pemuda untuk merdeka dari penjajahan. Sekarang kami ingin merdeka dari ketertinggalan sepak bola," ujar Indra Sjafri.
Timnas U-19 akan menghadapi Jepang malam ini. Harapan besar menyertai perjuangan Egy Vikri dan kawan-kawan. Jikalau menang, maka akan tercipta catatan sejarah yaitu melangkah ke Piala Dunia U-20 2019. Keinginan dari segenap warga Indonesia.
Kebetulan sekali hari ini juga amat spesial. Ada momen peringatan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober. Saya mencoba memahami sumpah pemuda secara lebih sederhana. Sumpah Pemuda bagi saya lahir dari keresahan dan kegelisahan.
Sumpah Pemuda adalah buah keresahan dan kegelisahan para pemuda jaman itu dan juga jaman sekarang, keresahan atas apa yang mereka alami dan keresahan atas apa yang akan mereka wariskan di masa yang akan datang. Kegelisahan yang mereka gariskan dengan sebuah semangat heroik keinginan untuk merdeka.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia
 ***
Indra Sjafrie berusaha memantik semangat itu sebelum laga melawan Jepang. Indra Sjafrie menggunakan frasa yang cukup menggetarkan, "Keinginan Merdeka dari Ketertinggalan Sepak Bola."
Saya ingin lebih dalam memahami apa yang Indra Sjafrie ingin katakan dengan kata merdeka itu. Jikalah merdeka adalah lawan dari dijajah, dalam bentuk apa kita dijajah?
Jikalau sebagai negara kita telah merdeka, apa yang terjadi dengan ketidak merdekaan dari bola sepak bola kita? Ah, saya langsung teringat dengan apa yang dikatakan oleh Bung Karno,
 "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."Â
Manajemen persepakbolaan kita yang masih carut marut, akibat masih ada orang-orang yang lebih suka mementingkan diri sendiri dari bola itu sendiri. Itu baru satu. Kedewasaan pendukung sepak bola yang entah kapan akan dewasa dengan korban jiwa yang terus berlanjut membuat hati menjadi miris, menjadi masalah nyata lainnya. Sampai kapan sepak bola kita merdeka tanpa hal-hal seperti ini.
Terkadang saya berpikir sedih juga menyalahkan suporter karena klub dan petinggi sepak bola di tanah air kita juga saling tuding. Jika di bagian kepala bermasalah maka terlalu berlebihan mengharapkan di bagian ekor dapat berubah. Terlalu banyak omong kosong di sekitarnya.
Di posisi itulah saya pikir, terlalu berlebihan mengharapkan Timnas U-19 menjadi jawaban dari semua persoalan itu. Apalagi mengharapkan bahwa jika lolos ke Piala Dunia U-19 akan memerdekakan kita dari keterkungkungan yang sebenarnya kita ciptakan sendiri. Gila!
Sampai di titik ini, saya masih melihat Timnas U-19 Â seabgai anak muda bangsa yang berusaha mencintai sepak bola dengan cara mereka sendiri. Tidak lebih, tidak kurang. Ketika mereka memberikan waktu mereka, mengorbankan kesenangan masa muda dengan berlatih sungguh-sungguh, memberikan yang terbaik di lapangan, saya pikir mereka sudah seperti Sugondo, M. Yamin, W. R Supratman cs yang juga telah melakukan hal yang sama pada jamannya.
Ketika nama-nama di atas pada 1928 sudah bermimpi untuk sesuatu yang besar, disitulah adanya kemerdekaan.
Penilaian kita akan keberhasilan Egy Vikri, Todd Rivere, Witan dan kawan-kawan seharusnya juga sama seperti itu. Kita bukan bicara hanya soal menang atau kalah semata dalam pertandingan nanti, kita seharusnya melampaui kekalahan dan kemenangan itu.
Kita sebenarnya sudah mulai memahami itu. Ketika Timnas U-19 kalah 5-6 dari Qatar, kita tidak larut dalam kesedihan tetapi kita memberikan apresiasi untuk semangat perjuangan Timnas U-19 yang dapat mengejar dari ketertinggalan 1-6, hingga 5-6. Luar biasa perjuanga mereka.
Mereka berlari, berjuang tanpa lelah dengan gagah berani, bukankah itu lebih dari sebuah kemenangan?
Kita bahkan sudah bersiap-siap untuk kalah dan pasrah setelah Nurhidayat dikeluarkan karena kartu merah di awal babak kedua saat melawan UEA. Tetapi Timnas tidak patah semagant. Kita bisa melihat bagaimana Witan tidak berhenti berlari, Firza Andhika tidak lelah mengejar bola dan Egy yang cedera bertanding seperti untuk terakhir kali dalam hidupnya.Â
Jika pun mereka harus kalah saat itu, kita tersadar bahwa mereka sudah memperjuangkannya dengan semangat gagah berani.
Tanpa kita sadari, Egy Vikri, Witan dan kawan-kawan telah mewariskan kita sebuah inspirasi bagi bangsa ini, bahwa perjuangan akan selalu membuahkan hasil, meskipun harus gagal terlebih dahulu.
Perspektif itu yang seharusnya melandasi kita dalam menyaksikan pertandingan nanti malam. Sebenarnya, ada sesuatu yang melebihi kelolosan Piala Dunia U-19 nanti. Melebihi sebuah kemenangan sekalipun.
Kita akan menyaksikan putra-putra terbaik yang sudah menunjukkan perjuangan luar biasa hingga sekarang. Lawan mereka adalah tembok tebal, juara bertahan, juga tim dengan penamapilan paling kuat sepanjang turnamen, Jepang.
Egy Vikri cs akan melangkahkan kaki masuk lapangan dengan keberanian. Kita  berharap daya juang mereka juga tidak berkurang sedikitpun, mereka tidak akan menyerah sebelum 90 menit berhenti, mereka akan terus berlari, berlari dan berlari, tanpa mengenal lelah.
Menyaksikan para pejuang ini bertandingan saya seperti telah siap menang dan juga siap kalah. Itu mungkin tanda "kemerdekaan" yang telah saya alami setelah terinspirasi dari penampilan mereka. Timnas U-19 telah memberikan makna lebih dari sebuah kemenangan dan kekalahan.
Karir mereka masih panjang, mereka tidak akan berhenti berjuang bagi bangsa Indonesia tercinta ini. Mereka sudah siap untuk menang dan tetap belajar untuk kalah. Mereka sebenarnya sudah menjadi pemenang. Â Â
Jika demikian, seperti Yang dikatakan oleh Coach Indra Sjafrie. Perlukah Timnas U-19 Â mengalahkan Jepang baru kita mengatakan telah "merdeka"?
Saya berjanji dalam hati, jika mereka kalah akan tetap saya berikan penghormatan yang tinggi buat mereka. Jika menang, mereka sudah menjadi pemenang melebihi kemenangan tersebut.
Selamat berjuang para pemoeda terbaik bangsa. Kami bersama kalian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H