Edisi penutup Tabloid BOLA akhirnya terbit. Tulisan "Selesai" dan "Terima Kasih" menjadi cover dari perjalanan selama 34 tahun tabloid olah raga terbaik Indonesia tersebut. Di bagian dalam di setiap header halaman tertulis tagline "BOLA Pamitan". Â Nostalgia dan beratnya sebuah perpisahan tergambar dengan jelas di edisi pamungkas ini.
Saya merasa sedih membaca edisi pamungkas ini, dan saya yakin pihak redaksi BOLA juga merasakan hal yang sama. Namun sepertinya pihak redaksi  tidak mau menampakan hal itu, malah seperti ingin menghibur saya dan penggemar BOLA agar jangan larut dalam kesedihan, contohnya, tulisan "Pamitan" dalam tagline "BOLA Pamitan" yang  dibuat berwarna-warni.
Tetapi perasaan susah dibohongi. Para redaktur, dan penulis di tabloid ini menunjukan suasana sentimental yang amat kental di catatan akhir mereka. Pemimpin redaksi BOLA, Weshley Hutagulang bahkan kembali bernostalgia dengan detail menceritakan bagaimana dia diterima sebagai wartawan Tabloid ini pada 1 November 1996.
Weshley menuliskan tentang begitu istimewanya berkesempatan menjadi wartawan Tabloid BOLA, kesempatan yang seperti mimpi menjadi kenyataan, karena Weshley sebelumnya dibesarkan dalam kekaguman terhadad BOLA. Â Namun Weshley sadar bahwa perubahan akhirnya datang dengan begitu cepat.
"Sesuatu yang pasti dalam hidup ini adalah perubahan. Hanya sering terjadi perubahan itu terlalu cepat untuk dapat dipahami" tulis Weshley.
Nostalgia juga menjadi ciri dari edisi penutup ini. Jurnalis senior BOLA, Ian Situmorang sedikit bercerita tentang bagaimana dia bisa menginvestigasi, menganalisis dan menghasilkan tulisan opini yang berkualitas karena karirnya di BOLA.
Ian Situmorang bercerita juga tentang kedekatannnya dengan Ellyas Pical dan juga pengalaman meliput kekalahan Mike Tyson di Tokyo pada Februari 1990. Ian Sitomorang juga dengan jujur mengatakan bahwa Sumorhadi Marsis, salah satu pendiri dan wartawan BOLA adalah mentor yang hebat buatnya.
"Menampilkan sesuatu yang berbeda itulah yang menjadi salah satu kekuatan BOLA, istilah mentor saya, BOLA harus colourful. Cerita dari berbagai sisi" tulis Ian Situmorang.
Mungkin sebagai penghormatan terhadap Sumohadi Marsis yang telah meninggal dunia pada Desember 2017, di halaman yang sama kembali ditampilkan kolom Catatan Ringan yang memuat salah satu tulisan terbaiknya pada edisi 5 Februari 1999, berjudul "Terbaik".
Selain Sumohadi Marsis, edisi terakhir ini menampilkan tulisan dari sahabat Sumohadi Marsis sekaligus pendiri Tabloid BOLA, Ignatius Sunito. Kedua orang inilah yang diperintah Jakob Oetama pada 1984 untuk membidani kelahiran BOLA.
Tulisan Sunito, tidak terlalu panjang dalam judul "Tergerus Zaman digitalisasi".Â
"Biarlah sepak terjang saya dengan "anak-anak (Karyawan BOLA") yang terdahulu merupakan kemenangan manis" Â tulis Sunito.
Selain Sunito, ada pula catatan akhir dari Arief Kurniawan dan surat dari direktur BOLA : Christina MS. Indiarti turut menghiasi edisi terakhir ini.
Sedih
Nostalgia tidaklah lengkap tanpa ungkapan hati para atlet, pihak yang menjadi sumber tulisan bola selama ini. Para mantan atlit, atlit senior hingga yunior dan tokoh olahraga bergantian memberikan kata hati mereka dalam tajuk "BOLA di Mata Sosok Olahraga Nasional".
Yayuk Basuki, Eko Yuli Irawan, Christian Hadinata, Susi Susanti dan Kurniawan Dwi Yulianto adalah sedikit dai banyaknya atlit yang diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat tentang BOLA.Â
"Saya ingat ketika saya menjadi pemain dan selanjutnya menjadi pelatih, Tabloid BOLA itu selalu aktif mengoreksi dan mengkritik" tulis Christian Hadinata.
"Banyak kenangan indah yang saya rasakan bersama BOLA. Sebagai pelatih, saya senang dengan berita-berita yang ada di Tabloid BOLA. Tahun 2000 adalah momen terindah yang saya dapatkan dengan BOLA. Saya terpilih menjadi pelatih terbaik Indonesia oleh tabloib BOLA. Terima kasih banyak untuk Tabloid BOLA" tulis Herry Iman Pierngadi, Pelatih Kepala Ganda Putra PB PBSI.
"Sayang sekali Tabloid Bola harus mengucap kata perpisahan. Tabloid yang amat bersejarah bagi saya karena di BOLA-lah,profil pertama saya dimuat saat saya menimba ilmu di Itali bersama PSSI Primavera (1994-1996). Terima kasih banyak BOLA telah mewarnai sepak bola nasional" tulis Kurniawan Dwi Yulianto, assisten Pelatih Timnas.
Legenda,
Tidak sedikit yang menuliskan bahwa Tabloid BOLA bukanlah sekedar tabloid olahraga biasa, BOLA lebih dari sekedar itu. Aji Santoso menyebutnya sebagai legenda; Legenda bagi berita sepak bola, sedangkan Ricardo Salampessy, bek Persipura Jayapura bahkwaan menyebutnya sebagai kitab suci olahraga.
Mulai dari Ellyas Pical, Diego Maradona, Michael Schumacher, Susi Susanti, Liem Swie King, Srikandi Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman, Kusuma Wardhani, Mike Tyson, Taufik Hidayat dll.
"Legenda. Lahir dari jutaan kucuran keringat kerja keras dan tetes darah pengorbanan. Namun media berperan dalam menjadikan nama mereka abadi".
Selanjutnya, dalam parade cover-cover terbaik Tabloid BOLA sepanjang masa, saya bahkan tertarik dengan cover jadul berjudul "Sepakbola Kita Juara Asia!", dalam edisi No.34/19 Oktober 1984.
Setelah itu, BOLA lebih senang bernostalgia melaui berbagai foto. Baik itu foto para jurnalis yang dikirim dan meliput kejuaraan atau ajan besar olah raga di seluruh dunia hingga kunjungan para olahragawan dunia ke Indonesia bersama BOLA.Â
Ada foto almarhum, Sumohadi Marsis ketika mewawancarai Diego Maradona di pertengahan 1989 hingga foto Sapto Rajasa yagn pernah melakukan wawancara eklusif dengan Christiano Ronaldo di Madrid pada tahun 2009, sesaat setelah Ronaldo memastikan bergabung dari MU.
Selain parade foto ada juga parade karyawan BOLA 1984-2018. Tercatat kurang lebih ada 500 karyawan yang pernah merasakan bagaimana indahnya berada dalam satu atap bernama bola. Nama ke-500 karyawan itu tertulis dengan rapi dalam satu halaman. Anda perlu membeli dan mungkin melingkari nama anda di halaman ini, jika perlu dibingkai!
Transformasi
Di bagian akhir atau time line, ada beberapa hal menarik yang saya baru ketahui termasuk di dalamnya segala usaha Tabloid BOLA melakukan transformasi untuk mempertahankan eksistensinya termasuk berganti slogan.Â
Pertama, Tabloid BOLA telah berganti slogan sebanyak tiga kali. Pada periode 1984-1997, BOLA menggunakan slogan "Semua Ada, Apa pun Bisa".Â
Slogan ini berganti pada periode 1997-2009 dengan "Pastikan BOLA di tangan anda". Slogan ini sudah menggunakan "Si gundul" yang pada 1990 telah resmi menjadi maskot Tabloid BOLA. Si gundul sendiri adalaj karakter ciptaan kartunis Hanung Kuncoro.
Pada 2009, slogan BOLA berganti lagi menjadi "Membawa Anda ke Arena", slogan ini dipakai hingga sekarang.Â
Kedua, Tabloid BOLA juga membidani atau menelurkan media lain. Pada Juli 1999, BOLA meluncurkan "adik" dari Tabloid BOLA dengan nama Senior, terus berubah, Tabloid Senior berganti nama menjadi Gay Hidup Sehat pada 2003.
Majalah Bolavaganza juga menjadi bagian dari inovasi. Pada 8 November 2001, Bolavaganza terbit dengan harapan mengupas lebih dalam tentang sepak bola. Edis perdana itu menampilkan foto Allesandro Del Piero berjas dengan tajuk "Italiano, masihkah loyo?".
Selain BolaVaganza, melihat banyak penggemar F1, pada Maret 2012, BOLA menerbitkan majalah F1 Racing yang membahas balap Formula One.
Bukan saja media cetak, Â di media daring, BOLA sudahlama berinovasi dengan meluncurkan situs olahraga pertama di Indonesia dengan nama Bolanews.com. Â Pada bulan Juni 2014, BOlanews.com berubah menjadi Juara.net dengan kerja sama bareng Kompas.com untuk liputan digital yang lebih lengkap dan terupdate.
Ketiga, soal edisi selasa terbit dan berkembang menjadi edisi harian. Setelah BOLA terbit setebal 16 halaman pada 13 Maret 1984, hingga 1997, bola dikenal dengan edisi Jumat saja, nama ini berkaitan dengan hari di mana BOLA diterbitkan.Â
Pada 11 Maret, 1997, Edisi selasa perdana diterbitkan. Ini berarti BOLA terbit dua kali seminggu pada Selasa dan Jumat. Pada tahun 2010, BOLA terbit lebih banyak dengan format hari yang sedikti berubah. Edisi Sabtu pada saat itu pertama kali diterbitkan dan BOLA akhirnya terbit tiga kali seminggu yaitu pada Senin, Kamis dan Sabtu.
Pada 7 Juni 2013, BOLA berubah menjadi harian dengan terbit setiap Senin sampai Sabtu, dan pada 13 Juni 2013 menerbitkan edisi mingguan perdana yagn terbit setiap Kamis. Edisi harian tidak lama bertahan karena pada November 2015 bertransformasi menjadi BOLA Sabtu.
Transformasi tidak berhenti di situ saja. Pada 2 Januari 2014, Edisi harian BOLA berformat Koran pertama kali diterbitkan, dan berubah lagi menajdi edisi Selasa dan Jumat pada Oktober 2016 dan berhenti terbit pada Oktober 2018.
BOLA terlihat sudah terus berusaha mempertahankan eksistensinya dengan berbagai cara, namun seperti apa yang dikatakan oleh Weshley Hutagalung, perubahan itu terkadang terlalu cepat untuk dapat dipahami. Hantaman tingginya biaya produksi dan kemajuan teknologi membuat akhirnya BOLA harus berhenti.
"Arah angin tidak dapat diubah, namun seharusnya layar perahu masih dapat diatur" mengutip perkataan aktor Amerika Serikat, Jimmy Dean.
Tetapi sekarang?.
Ah, Â sudahlah. Â Legenda tetaplah legenda. Terima Kasih Tabloid BOLA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H