Ada beberapa hal yang memang membuat pertandingan fase grup Grup H yang telah berlangsung antara tuan rumah Manchester United versus Juventus menjadi menarik untuk disaksikan. Pertama, soal Christiano Ronaldo dan Paul Pogba. Kedua pemain merasakan masa emasnya di awal karir mereka di klub yang akan mereka hadapi.
Ronaldo berkiprah bersama MU dari tahun 2003-2009 sebelum pindah ke Real Madrid. Di MU, Ronaldo berhasil menjadi bintang dengan mencetak 96 gol dari 214 pertandingan. Sedangkan Paul Pogba berkembang menjadi salah satu gelandang terbaik dunia setelah tampil bersama Juventus pada tahun 2012-2016, dengan torehan 28 gol dari 124 kali penampilan.
Kedua, soal pertemuan klasik antara MU melawan Juventus. Laga ini adalah laga yang selalu berlangsung sengit sehingga kedua tim sama-sama membagi lima kemenangan dan bahkan mencetak sama-sama 15 gol dalam 12 pertemuan mereka.
Hanya jika menghitung tiga laga pertemuan terakhir mereka, United selalu menang melawan Juventus, baik itu kandang dan tandang. Meski pertemuan terakhir mereka sudah sangat lama, yakni tahun 2003 silam.
Selain kedua hal itu, Saya tertarik untuk  menyaksikan perang taktik antar dua pelatih yang dikenal sama-sama suka mengusung gaya pragmatis. Bahkan saya sempat menyebutnya dengan pertarungan dua bapak pragmatisme sepak bola. Oleh karena itu saya memperkirakan pertandingan akan berlangsung membosankan, berakhir seri tanpa gol dengan dominasi tetap di kubu MU.
Tetapi saya keliru. Untuk pertama kalinya selama saya menyaksikan penampilan Juventus di Old Trafford, Juventus dapat mendominasi dengan penguasaan bola hingga 60 persen dengan jumlah corner dan peluang yang lebih banyak. Bahkan jika melihat penampilan di babak pertama, Juventus unggul penguasaan bola hingga 70 persen berbanding 30 persen.
Apa yang membuat Juventus yang akhirnya memenangkan pertandingan melalui gol Paulo Dybala di menit ke-17 dengan penampilan yang apik? Saya pikir jawabannya adalah keunggulan taktik dari Allegri atas Mourinho.
Paling tidak ada dua hal tak biasa yang dibuat Allegri yang membuat Juventus tampil kuat dalam pertandingan ini, yang dapat menjadi alasannya.
Pertama, Juventus berani mengusung formasi 4-3-3 di Old Trafford. Beberapa kali saya berusaha mengamati kelemahan gaya Allegri ketika menghadapi lawan adalah soal keraguan dan keberanian. Jika berhadapan dengan tim yang setara kekuatannya atau lebih kuat maka Allegri akan memainkan formasi 3-5-2.
Formasi ini memang memberi jaminan kekuatan pertahanan yang tinggi, dengan permainan di lapangan yang lebih sabar (baca: cattenacio), mengandalkan serangan balik dan tentunya akan terlihat membosankan dan tidak menarik untuk disaksikan, tetapi itulah Juventus yang dikenal selama ini.
Sehingga ketika memutuskan untuk menggunakan 4-3-3, saya perlu menunggu laga untuk melihat perubahan apa yang terjadi. Di laga tadi, saya perlu mengangkat jempol untuk keberanian Allegri untuk menggunakan formasi ini. Formasi ini bekerja dengan cukup sempurna.