Jikalau sekarang Tabloid Bola juga bisa mengungkapkan perasaannya kepada para penikmat Tabloid Bola, mungkin Tabloid Bola akan bersedih dan mengucapkan terima kasih untuk segala usaha, doa dan juga uang yang dihabiskan untuk membeli dan membaca Tabloid Bola selama ini.Â
Tetapi untuk saya, mungkin Tabloid Bola akan mengacuhkan saya, bahkan tak memberi muka sedikit pun. Mengapa? Simak cerita saya berikut.
Saya mengenal tulisan sepak bola pertama di koran bernama Suara Pembaharuan yang pada awalnya bernama Sinar Harapan di awal 1990-an. Bapak saya memang menggandrungi koran tersebut, sepertinya  ada muatan politis dari keputusannya berlangganan koran tersebut.Â
Tetapi saya tak peduli, yang penting ada cerita sepak bola di dalamnya, meski maksimal hanya satu halaman bolak balik di bagian belakang serta dibatasi info film terkini bioskop di bagian bawah.
Meski sudah cukup senang dapat membaca bola melalui koran tersebut, saya tentu akan tercengang ketika melihat ada tabloid yang semuanya berisi info sepak bola dan olah raga. Â Saya baru mengenal dekat Tabloid Bola saat berada di bangku SMA di awal tahun 2000. Di Kupang, NTT, tempat saya tinggal, Tabloid olah raga ini dijual di Toko bernama Rapi dan toko lain bernama Semangat. Hanya di kedua toko itu.
Sebagai anak dengan uang jajan terbatas, saya hanya bisa menikmati gambar-gambar menarik itu dari  luar toko. Halaman yang berwarna dengan wajah pemain bola berukuran besar yang amat menarik pandang  mata saya setiap kali melewati kedua toko tersebut.  Tetapi ya itu, Tabloid Bola itu ibarat gadis muda cantik di sekolah yang saya takut dekati karena sadar akan kemampuan diri sendiri. Fuh!
Peruntungan saya akhirnya berubah saat bertemu dengan Dodo. Teman kelas sebelah berkacamata tebal, bertubuh gempal yang murah senyum. Kami cukup akrab karena permainan catur. Dodo senang mengamatijika seusai sekolah saya bermain catur menggunakan papan catur kecil magnet dengan beberapa teman yang lain.
Di sela-sela bermain catur kami juga bercengkerama soal bola. Pengetahuan bola Dodo di atas rata-rata, ceritanya mirip Rayana Djakasurya. Kami sering terpana mendengarkan Dodo bercerita. Apalagi jika Dodo bercerita, sambil berlagak sedikit-sedikit mengangkat kacamatanya, maka akan sangatlah lama. Syukurnya, ber- isi.
"Wah tahu darimana info tersebut Do?" tanya saya suatu waktu.
"Tabloid Bola...nold" jawab Dodo.
"Wah.....kapan-kapan bawa ke sekolah dong" kata saya.