Saya terpaksa menyebut mereka biadab karena bagi saya, dalam kegembiraan sepak bola seharusnya tidak ada ruang untuk kebiadaban menjadi tuan rumah. Â
Kebiadaban itu memaksa dengan brutal  Jubah Kegembiraan sepak bola itu lenyap bercampur dengan darah, dan akhirnya nyawa Haringga pergi selamanya meninggalkan kita. Tak ada lagi kegembiraan. Kebencian dan rasa takut bersatu menjadi satu. Terdefinisikan dengan pahit.
Kita perlu berapa nyawa Haringga lagi sobat? Jika dapat berteriak, robek sudah jersey berwarna biru dan oranye itu. Hancurkan saja lapangan sepak bola jika para pesepakbola harus turun dari kendaraan militer Baracuda untuk bergembira bersama di lapangan hijau.
Seharusnya kawan sepermainan disambut dengan gelak tawa atau senyum sambutan bersahabat, tetapi ketika komentator menyebut mereka sebagai musuh bebuyutan, para pemain bermain seperti sedang berada dalam laga para pahlawan Marvel, Infinity War.
Lihat saja tendangan kungfu Malisic terhadap Novri Setiawan, dan tendangan Si Pitung dari Ismed Sofyan terhadap Febry Hariyadi yang membuat laga nampak kental dengan aroma kebencian. Tak ada kegembiraan di sana. Bahkan jika statistik harus berbicara maka bukan jumlah gol yang ada di sana tetapi jumlah kebencian terpapar dengan jelas disana. Memalukan dan memuakan.
Namun apakah dengan merobek jersey sudah selesai semua kekacauan ini?. Jika merobek jersey bisa memanggil kembali Haringga kembali ke titik kegembiraan itu, mari lakukan bersama. Tetapi jika tidak, mari sesaat merenung.
Merenungkan bahwa kegembiraan itu muncul bukan dari jersey dan perjuangan di lapangan. Tetapi dari hati dan pikiran kita. Buang jauh dari hati dan pikiran kita jika tiba-tiba kebencian sudah berubah tak terkontrol saat kata rivalitas dan musuh bebuyutan seketika muncul.Â
Mari sudahi sudah kebencian itu sambil berharap para pelaku biadab pelaku itu dihukum seberat-beratnya.Â
Tanggalkan identitas fanatisme suporter kita di titik ini, demi Haringga. Saya meyakini mereka (pelaku) bukanlah penikmat sepak bola. Mereka biadab dan bedebah.Â
Tanggalkan juga kebencian kita. Jika membenci tidak bisa memanggilnya kembali, mari merenung dan berdoa sesaat bagi keluarga yang ditinggalkan.
Jika tak mampu. Pergi jauh, jangan pernah kembali dan mendekati sepak bola lagi.Â