Optimisme rakyat Perancis membumbung tinggi kala Timnas sepak bola  mereka bertanding di Piala Dunia 2018. Tim Ayam Jantan tampil hebat  dalam babak kualifikasi. Di bawah asuhan Dider Derchamps mereka meraih  tujuh kemenangan, dua hasil imbang, dan hanya sekali kalah ditambah  dengan penampilan apik  laga uji coba yang dijalani usai kualifikasi  Piala Dunia.
Alasan-alasan itu ditambah dengan  segarnya skuad ini jika ditinjau dari sisi usia. The Blues memiliki rata-rata usia 24 tahun 2 bulan dari starting XI mereka. Skuad  termuda yang pernah diturunkan mereka sepanjang sejarah keikutsertaan  mereka di Piala Dunia. Jaminan kecepatan ditunjang stamina yang fit  menjadi kekuatan mereka.
Usia muda ini juga bukan tanpa pengalaman  juara. Skuad ini diisi oleh banyak pemain yang sanggup membawa Perancis  menjadi juara Piala Dunia U-20 pada tahun 2013. Selain nama Paul Pogba  ada nama-nama seperti Samuel Umtiti, Alphonse Areola dan Florian  Thauvin.
Nama-nama ini dilengkapi pemuda seperti Kylian Mbappe,  Ousmane Dembele dan tentunya Antoine Griezmann yang bersinar di klub  masing-masing. Karena itu generasi ini disebut sebagai Generasi Emas  yang dipercaya  sanggup membawa Piala Dunia kembali lagi ke Perancis  setelah terakhir meraihnya di Piala Dunia 1998.
Meskipun  fakta-fakta di atas terlihat meyakinkan, namun bagi saya generasi emas  ini belum sempurna atau bagi saya bisa disebut emas yang tidak murni  atau kurang dari 24 Karat. Karat yaitu kadar emas tersebut. Kadar  merupakan tingkat keaslian emas atau jumlah kandungan kemurnian emas.
Pertama, kekuatan playmaker yang tak sebanding dengan Zidane pada 1998.
Dari  Skuad yang dibawa oleh Deschamps mempunyai beberapa pilihan untuk  menjadi playmaker yaitu Pogba atau bahkan Griezmann. Sayangnya, itu  belum terlihat berjalan dengan baik.
Griezmann lebih cocok dalam  skema dua striker daripada 3 striker dalam skema andalan Deschamps,  4-3-3. Sedangkan peran Paul Pogba akhir-akhir ini mendapat kritikan  tajam baik di tingkat klub maupun timnas. Terakhir, Deschamps sendiri  harus membela Pogba karena tampil buruk dalam uji coba.
Deschamps  perlu berharap agar muncul playmaker ampuh di Piala Dunia nanti, karena  seperti Zidane, playmaker dibutuhkan bukan saja untuk mengalirkan bola  tetapi juga dapat membuat perbedaan ketika situasi menjadi buntu di  lapangan.
Kedua, belum ada sosok pemimpin di lapangan yang mumpuni.
Setelah  pemain senior seperti Benzema dan RIbery ditinggalkan oleh pelatih  timnas karena konflik, belum ada pemain yang dapat dijadikan pemimpin.
Meski  ada senioritas seperti Oliver Giroud dan Blaise Matuidi namun kedua  pemain ini masih belum dipercaya oleh Deschamps. Peran kapten bahkan  diberikan kepada Hugo Lloris yang berposisi sebagai seorang kiper.  Bandingkan dengan skuad 1998 yang seperti berlimpah pemain dengan  karakter  pemimpin seperti Didier Deschamps, Youri Djorkaeff, Emanuel  Petit dan Marcel Desailly dan Franc Lebouef.
Situasi yang akan  menyulitkan Perancis ketika berada dalam tekanan atau tertinggal. Tak  ada yang mampu memompa semangat atau memotivasi rekan-rekan setim dari  dalam lapangan. Seharusnya Pogba, namun Pogba masih terlalu muda untuk  melakukan itu. Raphael Varane? Varane masih di bawah bayang-bayang Ramos  di Madrid, sehingga jiwa kepemimimpinanya tak pernah kelihatan.
Ketiga, posisi target man yang masih lemah.
Griezmann  dan Mbappe bukanlah striker yagn terbiasa menjadi ujung tombak  sendirian di depan sekaligus tak ampuh dalam permainan bola daerah dan  bola atas. Perancis saat ini hanya menyisakan Oliver Giroud dalam posisi  tersebut.
Padahal, kekuatan permainan sayap Perancis perlu  didukung oleh pemain dengan karakter seperti itu. Riwayat Perancis juga  tak pernah kekurangan pemain seperti itu. Pada tahun 1998 muncul  nama-nama seperti Christophe Duggary dan Stephane Guivarch dengan yunor  seperti David Trezeguet dan tercatat ada Karim Benzema juga.
Karakter  pemain ini dipercaya akan ampuh ketika Perancis berhadapan dengan  tim-tim yang biasanya kesulitan mengatasi skema bola atas dengna  umpan-umpan dari sisi sayap, terkhususnya tim-tim dari Amerika Latin. Di  fase grup, Perancis akan berhadapan dengan Peru, dengan kekurangan  seperti ini Perancis bisa kesulitan.
********************
Laga  pertama di grup C antara Perancis melawan Australia baru saja selesai.  Perancis unggul tipis atas Australia 2-1 dengan gol-gol dari Griezmann  (Titik penalti di menit ke 58) dan Paul Pogba di menit ke-80. Australia  hanya dapat membalas melalui Penalti Mile Jedinak di menit ke-62.
Meski  menang, kadar emas yang tidak murni 24 karat milik Perancis terlihat  jelas di pertandingan ini. Lini tengah tanpa kreatifitas yang cukup  menyebabka lini depan masih terlihat kebingungan, dan lini belakang yang  masih muda sehingga membuat Umtiti panik dan menyentuh bola di kotak  penalti sendiri.
Perancis perlu perubahan jika ingin membuat  optimisme rakyat mereka terbukti benar. Perlu sedikit perubahan  pendekatan permainan sekaligus berharap bahwa kemenangan penampilan  perdana itu tidak hanya karena dibantu teknologi VAR dan Goal Technology.
Kita tunggu laga kedua dimana Perancis akan berhadapan dengan Peru dan jangan lupa nonton bola tanpa Kacang Garuda.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H