Sebelum final Liga Champions 2018 antara Real Madrid menghadapi Liverpool, berbagai sisi coba diangkat menjadi isu untuk memprediksi kira-kira  tim manakah yang akan unggul di Kiev nanti. Seperti Liverpool yang sangat garang saat menyerang  dan Madrid yang lebih berpengalaman.
Dari berbagai isu tersebut, salah satu isu yang menarik perhatian saya untuk dibahas adalah soal pendapat bahwa penyerang sayap Liverpool asal Mesir Mo Salah tak mampu untuk membantu tim saat bertahan. Mengapa ini dirasa cukup penting?
Jika kita perhatikan skema mayoritas klub yang menggunakan formasi 4-3-3 sama seperti Liverpool maka dapat dipastikan bahwa para penyerang sayap diwajibkan untuk membantu pertahanan ketika diserang tim lawan. Bahkan kalau bicara tentang tim asal Italia, maka hal ini menjadi harga mati. Bukan saja penyerang sayap tetapi juga semua pemain menyerang juga mampu membantu tim saat diserang.
Saya berikan contoh, Juventus. Ketika Juventus meminjam penyerang sayap asal Brasil, Douglas Costa dari Bayern, Costa masih kesulitan untuk beradaptasi pada awalnya. Hal ini membuat Costa tidak memiliki jam bermain yang cukup banyak.
Alasan utama yang dikemukakan oleh Max Allegri , pelatih Juventus yang gemar memainkan 4-2-3-1 atau 4-3-3 soal Costa berkisar pada dua hal, stamina dan kemampuan untuk membantu pertahanan. Di tangan Allegri, para pemain menyerang mereka seperti Higuain dan Mandzukic wajib turun membantu pertahanan. Costa masih belum siap, Costa lebih asyik menyerang dan lupa untuk turun bertahan.
Seiring waktu berjalan, Costa berhasil dan perlahan-lahan mampu mendapat tempat utama. Adaptasi cepat Costa inilah yang membuat Juventus lumayan untuk berbicara di Liga Champions. Meski akhirnya tersingkir dari Real Madrid, namun Costa mampu memotori Juventus untuk menaklukan Madrid di Bernabeu dengan skor 3-1 di leg kedua babak perempat final.
Pada pertandingan itu, Costa mampu membuat sisi kiri Madrid hampir mati kutu. Penikmat bola tahu bahwa di sisi kiri itu ada Marcelo. Costa membuat Marcelo kuatir untuk lebih jauh ke depan dan juga mampu membantu menempel Marcelo, ketika kompatriotnya di timnas Brasil itu ikut menyerang. Ideal.
Inilah persoalannya, peran itu disangsikan mampu dilakukan oleh Mo Salah di laga final nanti. Salah oleh beberapa pengamat dianggap lebih asyik menyerang dan kadang lupa membantu penyerangan. Sepertinya bukan para pengamat saja yang tahu kelemahan Salah tersebut, Jurgen Klopp sebenarnya juga menyadarinya.
Klopp lalu berusaha membuat Salah nyaman dengan tidak memberikan tugas untuk bertahan yang ketat. Ketika Liverpool diserang, bukan Salah yang mundur namun Klopp memerintahkan Firmino atau Sadio Mane yang harus turun bertahan.
Lalu apa tugas Salah ketika Liverpool diserang lawan? Salah diperintahkan Klopp untuk menunggu bola di depan dan siap memanfaatkan bola-bola terobosan cepat, ketika Liverpool mampu memenangi bola kembali. Skema ini bekerja dengan sempurna dalam perjalanan Liverpool menyingkirkan Manchester City di perempat final atau AS Roma di semi final.
Salah akan dibiarkan beradu sprint dengan bek lawan serta menggunakan kecepatannya untuk berkaselerasi menggiring bola dan menaklukan kiper lawan. Di saat yang hampir bersamaan, Mane dan Firmino biasanya sudah turun agak ke dalam untuk membantu penyerangan.