Keluhan tentang Lerby Eliandri yang kurang tajam, Ilija Spasojevic yang terlihat seperti tak termotivasi bermain di timnas, anjuran untuk memanggil Beto atau bahkan menaturalisasi Marko Simic adalah sedikit dari sekian respon terhadap penampilan timnas di Anniversary Cup 2018.
Reaksi ini mengemuka karena potret timnas dengan kekuatannya menjadi terang benderang sesudah turnamen ini. Timnas tanpa kemenangan dan gagal mencetak satu gol pun di turnamen ini. Lini depan menjadi kambing hitam dan terus disalahkan.
Pertanyaannya adalah apakah dengan menyelesaikan persoalan mandulnya lini depan dengan mengganti striker saat ini dengan striker lain adalah sebuah jawaban? Atau, ada jawaban lain yang bisa menjawab persoalan ini dengan lebih tepat atau komprehensif.
Jikalau sepak bola bagai sebuah organisme, maka tentu persoalan satu striker tajam di lini depan hanyalah parsial daripada organisme itu, sehingga perlu pendekatan berbeda untuk menyelesaikan persoalan ini. Apa opsi atau pendekatan berbeda tersebut?
Jika berkacamata pada perubahan yang sudah dialami oleh dua tim Italia terbaik saat ini yaitu Juventus dan Napoli, maka ada dua kalimat yang bisa dijadikan opsi solusi. Ganti formasi atau ganti gaya bermain.
Ketika Allegri mulai melatih Juventus pada tahun 2014, formasi Juve masih mewarisi formasi 3-5-2 milik Antonio Conte. Meski berhasil menjadi finalis Liga Champions dan Scudetto pada musim tersebut, namun pada musim berikutnya Allegri menemui persoalan. Sepeninggal Carlos Tevez, Juventus nampak tidak tajam dan tampil membosankan meski dihuni banyak pemain dengan tipe menyerang seperti Dybala, Higuain, Mandzukic dan Cuadrado.
Apa yang dilakukan oleh Allegri? Allegri berani mengubah formasi dari 3-5-2 menjadi 4-2-3-1. Dengan formasi ini ke-4 pemain menyerang Juventus dimainkan secara bersamaan dengan formasi ini.
Ajaibnya, hal ini berhasil mengubah Juventus, bahkan Mandzukic dapat berubah peran menjadi penyerang sayap yang handal. Juventus menjadi lebih menyerang, lebih produktif dan menjadi solusi dari permasalahan Juventus dan bekerja baik hingga saat ini.
Bagaimana dengan timnas? Luis Milla harus berani melakukan hal yang sama dibandingkan menunggu munculnya pemain depan atau target-man yang lebih tajam dari Lerby ataupun Spaso. Formasi 4-3-3 yang selama ini digunakan oleh timnas dapat dipertimbangkan untuk dirubah menjadi 4-4-2. Formasi ini lebih disarankan karena tetap dapat mengeksploitasi kecepatan pemain seperti Osvaldo Haay atau Febry Haryadi-pemain sayap terbaik yang dimiliki oleh Indonesia saat ini.
Dengan formasi ini, Milla dapat mendorong Lerby dan Spaso bisa bermain bersama atau salah satu ditemani oleh Ilham, Septian maupun Egy Vikri. Perbedaan mendasarnya adalah jarak kedua pemain depan akan lebih dekat dibandingkan membiarkan Spaso atau Lerby sendirian di depan. Dengan sendirinya, tugas Lerby dan Spaso berubah dari seorang target-man menjadi central forward ditemani oleh second striker.
Peran ini membuat dia bukan seorang finisher saja, tetapi sebagai seorang pemantul bola bagi rekan striker di depan. Percobaan yang patut dicoba oleh Milla jika ingin mendapatkan hasil berbeda.