Chelsea berhasil kembali mendulang respek yang sempat hilang sesudah di Stamford Bridge dini hari tadi mampu membuktikan bahwa mereka masih dapat bersaing dengan klub-klub elit Eropa, termasuk Barcelona.
Sempat dipandang sebelah mata meski berstatus sebagai kampiun Premier League di ajang ini, Chelsea mampu membuat Barcelona kerepotan dan rasanya pantas meraih 3 poin, sayang akibat sebuah kesalahan fatal, pertandingan leg 1 babak 16 besar ini berakhir imbang, 1-1.
Perang Strategi
Antonio Conte tampil dengan formasi baku mereka 3-4-3. Formasi ini terlihat agresif, namun penikmat bola pasti tahu bahwa Cattenaccio ala Conte dengan secepat kilat berubah ketika kehilangan bola dengan bertahan dalam format  5-4-1. Para pemain sayap tengah  (Alonso dan Moses) dan depan (William dan Pedro) dipaksa turut membantu pertahanan, jika diperlukan.
Formasi Barcelona, menurut UEFA, adalah 4-3-3. Tetapi pada kenyataannya sebenarnya mereka lebih sering bergerak menyerupai 4-4-2 dengan lini tengah membentuk diamond dengan Iniesta sebagai advance playmaker. 4-4-3 ini juga bisa cepat berubah menjadi 4-2-3-1 ketika menyerang dengan Paulinho lebih didorong ke depan serta memaksa Iniesta bermain agak melebar ke sayap kiri.
Strategi Barcelona ini berlangsung dengan sangat baik di awal pertandingan, pasukan Ernesto Valverde ini mampu memaksa Chelsea untuk bertahan di garis pertahanan mereka.
Barcelona yang terus melakukan pressing ketat pada pemain Chelsea, membuat Rudiger ataupun Azpilicuetta dipaksa untuk melakukan umpan langsung ke depan. Sayangnya, tidak ada pemain jangkung seperti Morata ataupun Giroud di depan, umpan lambung panjang ini terlalu mudah dipatahkan pemain Barcelona.
Tetapi apakah dengan ball possesion ini membuat Barcelona mudah menjebol gawang Courtois? Sama sekali tidak. Disinilah letak kecerdasan strategi Chelsea. Ketika bertahan, Willian dan Pedro ikut membuat lapangan tengah yang padat. Meski masih memberikan ruang untuk bek sayap bergerak, tetapi diamond lini tengah Barcelona sulit bergerak.
Barcelona musim ini berbeda. Valverde adalah tipe pelatih yang menjunjung keseimbangan. Ketika melepas Neymar ke PSG, Valverde lebih memilih mendatangkan Paulinho daripada mencari pemain sayap kaliber lainnya.
Paulinho membuat lini tengah Barcelona kuat dan seimbang, bukan saja menyerang tetapi juga bertahan. Karena itulah, Conte tahu persis ketika mematikan diamond lini tengah Barca, maka Barca akan kepayahan.
Strategi cerdas ini membuat Messi dan Suarez sama sekali tidak memiliki peluang untuk bergerak. Â Meski menguasai 76 persen penguasaan bola, namun berdasarkan catatan Opta, untuk pertama kali sejak melawan Arsenal pada tahun 2016, Barcelona gagal mencatatkan tembakan ke gawang pada babak pertama.