Krisis target man ini juga sedikit menjadi lelucon ketika melihat Jajang Mulyana yang seingat saya dulunya seorang target man, sekarang dimainkan di Bhayangkara FC sebagai bek tengah, Jajang memang bukan striker yang tajam, mungkin itu persoalannya.
Persoalan ini menjadi berlipat karena di level yunior, kita masih butuh waktu untuk menunggu Marinus, Mukhlis Hadi ataupun M. Rafly (U-19) hingga cukup berpengalaman. Hal inilah yang mendorong keputusan instan dengan cepat menaturalisasi Ilija "Spaso" Spasojevi , striker Bali United. Spaso akhirnya sekarang menjadi pilihan terbaik dari sedikit target man bagi timnas asuhan Luis Milla.
Kondisi kurangnya pemain bagus untuk posisi target man ini berbanding terbalik dengan posisi penyerang sayap. Boleh dibilang untuk posisi ini, Indonesia surplus pemain.
M. Ridwan, Rizki Pora dan Zulham Zamrun mungkin sudah tidak ada tempatnya bagi timnas. Belum selesai menuai kehebatan dari Ilham Udin, Febry Haryadi, Yabes Roni, sekarang sudah muncul nama-nama seperti Irfan Jaya (Persebaya), Frits Batuan (PSMS) dan Antoni Putro (PSMS). Belum lagi ditambah dengan Andik Virmansyah serta Terens Puhiri, serta punggawa-punggawa U-19 yang juga berpotensi.
Ketimpangan ini harus dipikirkan jalan keluarnya. Apakah kita perlu menunggu, Marko Simic bermain agak lama di Indonesia agar dapat dinaturalisasi seperti Spaso?. Sudah sangat terlambat, karena Simic sudah menginjak 30 tahun. Bagaimanapun caranya, klub-klub Indonesia harus didorong untuk melahirkan pemain-pemain target man dari klub-klub U-23 atau U-19 kepunyaan mereka. Syukur-syukur jika pemain muda dapat belajar langsung dari Marko Simic ataupun Spaso.
Selebihnya, bisa juga dicoba cara untuk mendorong pemain sayap sekarang untuk sekali-kali menjadi target man. Biasanya disebut dengan Versatile Player.Pemain yang dapat bermain di berbagai posisi sesuai kebutuhan pelatihBiasanya keunggulan mereka akan lebih cepat, tetapi tetap perlu adaptasi. Seperti Boaz Salossa.
Referensi : 1