Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Marko Simic dan Krisis "Target Man" Indonesia di Piala Presiden 2018

6 Februari 2018   17:31 Diperbarui: 7 Februari 2018   00:21 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marko Simic, pembeda di Persija | Sumber ilustrasi: SUCI RAHAYU/BOLASPORT.COM

"Saya pikir inilah saatnya, inilah waktunya kita meraih juara," kata Marko Simic. Striker baru Persija Jakarta asal Kroasia ini sangat yakin bahwa Persija Jakarta sanggup menjadi kampiun Piala Presiden 2018. Setelah mengandaskan Mitra Kukar di babak 8 besar, Persija melaju ke semifinal dan dijadwalkan akan berhadapan dengan PSMS Medan dalam sistim home and away,10 dan 13 Februari nanti.

Menurut saya lumrah saja jika Simic mengungkapkan hal itu. Simic adalah pemain bagus yang memberi perbedaan, bukan saja bagi Persija tetapi bagi turnamen secara keseluruhan. Apa alasannya?. Pertama, Simic mampu menyegarkan khazanah persepakbolaan Indonesia, khususnya di lini serang. Ketika menonton fase grup Piala Presiden, saya hampir tidak percaya masih melihat Herman Dzumafo bermain. 

Dzumafo yang sudah berusia 37 tahun, rasanya sudah saya saksikan sejak masih di PSPS Pekanbaru (2006) lebih dari 10 tahun lalu. Saya heran Dzumafo masih "laku" di kompetisi Indonesia, bahkan membela juara Liga 1, Bhayangkara FC. Dzumafo tidak sendiri. Penampakan pemain "jadul" yang tidak segar juga nampak di Persela. Gaston Castano, meski sering di bench, datang lagi ke Indonesia. Syukur, dalam berita terakhir, Gaston tidak jadi dikontrak oleh Persela.

Bukan memandang sebelah mata Dzumafo, Castano dll, namun era emas mereka sudah habis atau jika dapat diakhiri-akhiri sajalah. Ini era untuk melihat penyerang-penyerang baru seperti Simic, Ortega (Mitra Kukar) dan Yaisson (PSMS). Mereka mungkin bukan seorang marquee player, tetapi mereka menyegarkan kompetisi dengan wajah baru, yang mengundang keingintahuan penikmat sepak bola Indonesia, sehebat apa mereka. Apakah tidak bosan selama hampir 20 tahun harus melihat Dzumafo, Castano?

Kedua, kualitas Simic memang di atas rata-rata. Dalam pertandingan melawan Mitra Kukar, Simic menunjukan kelasnya. Kecepatan, agresivitas, penempatan posisi, akurasi heading, serta tendangan kaki kiri dan kaki kanan terlihat jelas di dalam pertandingan. Hasilnya dua gol berhasil dicetak Simic melalui kedua kakinya. Melengkapi torehan golnya menjadi 5 (lima) gol yang membuat Simic berada di puncak top skor sementara turnamen bersama Stefano Lilipaly (Bali United).

Dalam formasi 4-3-3 milik Persija. Simic adalah striker yang sudah lama dicari Persija. Bertubuh besar dan kekar, Simic dapat menjadi Target Man yang handal.

Keunggulan fisiknya membuat Simic sanggup menahan bola lebih lama dan memberikan ruang bagi rekan setimnya ketika lawan terpancing. Tetapi bukan itu saja, meskipun bertubuh besar, Simic juga mampu bergerak cepat, baik dengan bola maupun tanpa pergerakan bola dengan dribling yang terbilang bagus.

Untuk beberapa hal tersebut, Simic memang unggul dari dua striker lain milik Persija, Ivan Carlos dan Bambang Pamungkas (Bepe). Ivan Carlos boleh unggul jika terjadi duel, tetapi soal akurasi tendangan, Simic unggul. Bepe sebaliknya, meski akurasi tendangan bagus, tetapi harus jujur Bepe sudah lebih lambat karena faktor usia. Hal itu membuat beberapa orang menyebut Bepe terkesan malas, sedangkan Simic lebih rajin. 

Dari pemaparan di atas, muncul pertanyaan, apakah Indonesia mempunyai target man yang mumpuni?. Jawabannya, jumlahnya sedikit sekali. Hal inilah yang mungkin membuat Dzumafo dan Castano masih laku ketika formasi 4-3-3 hampir merata digunakan oleh klub-klub yang berkompetisi.

Pada level senior sebenarnya ada Lerby Eliandri di Borneo FC, tetapi Lerby masih tidak konsisten dan masih belum jelas kontraknya dengan Borneo. Pada fase grup, Borneo FC mencoba memasang Boaz Salossa sebagai target man, nampak tidak maksimal. Selain juga karena usia, Boaz memang lebih fasih di posisi sayap atau belakang striker.

Persebaya juga terlihat coba-coba untuk mengisi posisi ini. Saat melawan PSMS, Ricky Kayame yang tampil tidak maksimal sebagai seorang target man, dikeluarkan lalu posisinya digantikan oleh Ferry Pahabol. Tapi tetap tidak maksimal, Pahabol memang cepat, tetapi tugas menahan atau "memantulkan" bola apalagi menyundul crossing sulit dilakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun