[caption id="" align="aligncenter" width="468" caption="Mary Jane, atas nama hukum atau diplomasi? (sbrgbr:asian)"][/caption]
Wanita berusia 30 tahun asal Filipina bernama Mary Jane Veloso ditunda eksekusi mati ketika pemerintah Presiden Filipina Benigno Aquino memberitahukan kepada Indonesia bahwa mereka memiliki informasi baru yang diharapkan bisa membuktikan bahwa Mary Jane telah diperalat dan akan digunakan untuk menjerat geng narkotika yang memanfaatkan Mary Jane sebagai kurir narkoba.
Dugaan-dugaan segera muncul sesudah peristiwa ini, apakahini diperbolehkan dalam sistim hukum kita dan apakah ini rekayasa Filipina di dalam kerangka diplomasi?. Pagi ini saya menonton dialog tentang ini dan mendapatkan beberapa poin meanrik dari beberapa pertanyaan yang dijawab oleh narasumber.
Menurut pengamat hukum pidana,Chudry Sitompul, data baru yang timbul setelah suatu proses hukum selesai dilakukan (novum) adalah lumrah di ranah hukum, malahan dalam kasus Mary Jane Veloso dapat berubah dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup.
Dan secara teoritis, bukti baru tidak membatasi dari mana bukti itu berasal sehingga bukti itu bisa muncul dari luar negeri sekalipun diperbolehkan dan secara ketentuan secara universal hal ini pun diakui dan diaplikasikan.
Pertanyaan berikut jika ini adalah novum baru, apakah bisa mengajukan PK kembali?. Sebelum menjawab pertanyaan ini, Chudry mengatakan juga harus dipahami bahwa apabila novum ini berdasarkan putusan pengadilan di negara orang, yang harus ditanyakan lagi adalah apakah putusan ini sudah final atau belum atau disebut inkrah dan itu akhirnya bisa memakan waktu yang lama.
Jika kasus Mary Jane sudah pernah di PK (peninjauan kembali), apakah PK dari pemerintah Filipina bisa diajukan kepada PK Mary Jane sebelumnya ?. Secara teoritis, PK itu bisa diajukan jika ada dua PK yang bertentangan, dan bertentangan itupun harus berbeda, PK Perdata kepada Pidana dan sebaliknya.
Namun pernah terjadi anomali pada Kasus Polycarpus, PK Pidana bisa dilawan PK pidana,jadi bisa saja terjadi dalam kasus hukum sesudahnya.
Apakah ini bisa dijadikan Modus oleh Filipina ? Ruang-ruang seperti ini, jika pemerintah Filipina pintar maka bisa dijadikan modus sehingga Negara Perancis yang berkepentingan pun bisa “menyelundupkan” hukum untuk menghindari hukum mati bagi warga negaranya Serge Areski Atlaoui.
Sebagai Solusi, Pemerintah RI harus mawas dan tegas , termasuk harus ikut mengawas dan memastikan bahwa peradilan di Filipina nanti adalah benar dan bukan rekayasa. Jika peradilannya adalah peradilan yang benar dan pemerintah kita ikut mengawasi maka akan dipastikan negara lain akan menghormati kedaulatan hukum Indonesia karena Indonesia benar-benar konsisten dalam segala segi.
Menarik juga mendengar dialog seperti ini, selain membuka wawasan kita tentang cara pandang hukum kita akan diperlihatkan lagi “drama” bagaimana pemerintah kita memperlihatkan jati diri dan kedaulatan secara konsisten di dalam merespon kasus Mary Jane. Selain itu, jika prediksi pengamat benar, apakah Perancis akan mengeluarkan jurus baru demi Serge..kita lihat nanti..
Salam…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H