Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ironis, Mafia Proyek Perguruan Tinggi di Tengah Perjuangan Pendidikan di NTT

25 Maret 2014   03:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Kondisi Pendidikan di NTT masih harus dibenahi (sbrgbr:cj)"][/caption] Nama Buyung Abdul Munaf Rusna, menjadi perbincangan hangat bagi warga kota Kupang dan di beberapa media nasional, pegawai negeri sipil (PNS) pada Politeknik Negeri Kupang itu diduga sebagai mafia proyek pada Perguruan Tinggi tersebut, modus yang digunakan adalah Buyung diduga meminjam beberapa bendera perusahaan untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa di Poltek Negeri Kupang. Setelah menang tender, si pemilik bendera mengurus administrasi pencairan dana. Sementara pekerjaan proyek dikerjakan Buyung. Tak hanya dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Buyung juga dijerat dengan tudahan tindak pidana pencucian uang. Pasalnya, tim menemukan faktanya ada dana-dana ilegal yang diduga masuk ke rekening Buyung.(sumber : Pos kupang). Sayang sekali, karena di tengah program – program pemerintah untuk menaikkan tingkat pendidikan bagi anak – anak NTT, proyek – proyek pendidikan menjadi sasaran empuk untuk oknum – oknum seperti ini, tidak lama yang lalu mantan Walikota Kupang dan Kadis Pendidikan Kota Kupang, menjadi terdakwa dan mendekam di tahanan karena terlibat di dalam Kasus Korupsi pengadaan buku SD senilai 2,6 milliar rupiah.

[caption id="attachment_300405" align="aligncenter" width="522" caption="Potret Pendidikan di NTT (sbr :BPS)"]

1395667878104995924
1395667878104995924
[/caption] Keprihatinan ini semakin menjadi – jadi ketika harus bercermin dengan potret pendidikan di NTT, masih banyaknya anak – anak NTT yang putus sekolah karena keterbatasan biaya, ditambah dengan potret anak – anak NTT di pelosok yang masih menempuh jarak yang jauh untuk menuntut ilmu, tentu ini ditambah dengan minimnya saranadan prasarana di sekolah – sekolah dan di perguruan tinggi, kualitas sarjana - sarjana yang dihasilkan juga terus dipertanyakan karena minimnya sarana di tempat dia kuliah, hal - hal ini berbanding terbalik dengan dua kejadian di atas. Ini membuka mata kita, bahwa di tengah – tengah pergumulan mengatasi segala persoalan itu, kenapa masih ada orang – orang yang mencoba mencari keuntungan dari keadaan seperti ini, berharap dengan adanya kejadian ini membuka mata semua warga kupang  dan segenap pelaku pendidikan bahwa pengawasan terhadap bantuan – bantuan pendidikan seharusnya dilakukan dengan lebih sesksama, “pembiaran – pembiaran” yang selama ini terjadi atas dasar sama – sama tahu, pada akhirnya akan tercium juga, ibarat pepatah “sepandai – pandainya tupai melompat,akan jatuh juga”, sebuah langkah hukum yang baik dari Kejaksaan dan perlu diapresiasi, namun tidak sampai disinisaja, kita perlu mengawal ini terus, bukan saja atas nama hukum namun untuk kemajuan pendidikan anak – anak bangsa, anak – anak NTT khususnya…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun