[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="Indra Piliang ; sebuah penghinaan ketika menerima tawaran kursi menteri dari Prabowo (sbrgbr:indraya)"][/caption]
Media sekarang semakin pintar untuk membesarkan masalah yang tanpa dienduspun akan semakin besar, contohnya persoalan kubu – kubuan di Partai berlambang beringin, Golkar, sesudah secara tanpa diduga berkelok kelok dan menambatkan pilihan ke Prabowo, gelombang terasa masih sangat keras di dermaga mengenai pilihan yang telah diambil tersebut.
Metro TV pada malam tadi mendalami ini dengan mengetengahkan dialog pada sesi prime news mereka, diundang pula 3 narasumber, 2 orang dari atap yang sama yaitu ketua Balitbang DPP partai golkar, Indra Piliang dan anggota tim pemenangan pemilu Prabowo – Hatta yang berasal dari partai Golkar sendiri yaitu Ali Mochtar dan juga pengamat politik Samsudin Harris.
Menyimak dialog berdurasi kurang lebih 45 menit ini, ada beberapa poin menarik yang menjadi kunci dari perbedaan pendapat yang terjadi antara Ali Mochtar mewakili kubu yang setuju dengan merapatnya ARB ke Prabowo dan kubu “muda”yang diwakili oleh Inra Piliang yang lebih memilih untuk condong ke PDIP atau Jokowi, yaitu sbb :
1. Perbedaan tafsir hasil Rapimnas Golkar
Indra menafsir bahwa poin – poin dari hasil Rapimnas Golkar kemarin telah “dikhianati” ketika memilih merapat ke Prabowo, Indra menyoal dua poin penting hasil Rapimnas yaitu ARB menjadi Capres dan Cawapres dan kedua ARB diberikan mandat untuk memilih rekan koalisi, bagi Indra sendiri ini adalah pasal – pasal dimana berkaitan, seharusnya pendekatan kepada partai politik dilakukan hanya untuk mengejar capres dan Cawapres, apabila ini tidak tercapai maka mending netral saja, dan sangat “naif” apabila merapat ke partai lain tapi tidak mendapatkan posisi seperti yang diamanatkan oleh Rapimnas.
Ali Mochtar dengan tenang menyikapi cara tafsir dari Indra tersebut, dan mengatakan bahwa silahkan bertafsir saja, namun Ali mengatakan bahwa dia akan taat asas dan akan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Ketua umum ARB sekarang, kalau tidak bersedia silahkan menanggalkan jabatan.
Sayangnya sebelum break iklan kedua politisi "muda" tersebut malahan beradu mulut dengan menyinggung tentang mekanisme pra Rapimnas yang tidak sesudai dengan prosedur,.....
2. JK sebagai kader partai kenapa tidak didukung?
Indra berpikir bahwa berdasarkan AD/ART seharusnya lebih rasional untuk memilih kader dari partai yang mencalonkan sebagai Capres atau Cawapres daripada memilih kader dari partai lain, dibagian lain juga ditayangkan wawancara singkat dengan JK yang memang menghimbau hal yang sama, “Ya setidaknya kader Golkar dapat memilih mantan ketua umumnya, wajar –wajar saja” kata JK, Ali Mochtar yang diminta untuk memberikan pendapat tentang pernyataan Jk, menanggapi singkat, “ Semoga Pak JK sehat walafiat”.(saya tersenyum ketika mendengar tanggapan Ali Mochtar, pria yang biasanya cepat tanggap ini kelihatan sangat "bingung" harus menanggapi apa tentang memilih JK sebagai kader partai, lagian Ali Mochtar sebagai tim pemenangan Prabowo di Sulawesi, kalau tidak hati - hati berkomentar soal JK bisa berabe..alias blunder..heehheehe)..
3. Transaksi Menteri utama dan beberapa kursi itu penghinaan
“Kalau keputusan Rapimnas kita adalah Capres atau Cawapres dan akhirnya kita menerima ketika ditawarkan kursi menteri itu penghinaan menurut saya”,kata Indra, Indra berpendapat bahwa ini satu hal lagi yang membuat dia harus bersikap seperti ini, Golkar kehilangan harga diri ketika menerima transaksi seperti ini, di bagian ini pengamat politik Samsuddin Harris menambahkan bahwa sah – sah saja adanya transaksi, tetapi buka sebelum Pilpres dan memang tidak beretika ketika memang diungkapkan ke depan umum,
Ali mochtar kembali menanggapi dengan dingin, "yang muda – muda belajarlah pada guru politik Akbar Tandjung (AT memang bersikap keras terhadap sikap golongan muda yang mengkritik kebiajkan partai tentang koalisi dengan Gerindra), mungkin harapan kita berbeda namun ketika kita berada di satu partai tolong taat asas sehingga kita kelihatan beradab, kalau tidak puas silahkan keluar".
Secara pribadi saya melihatnya sebagai hal yang biasa bagi sebuah partai politik ketika memang ada perbedaan, seperti PPP sebelumnya, namun menjadi sangat menarik ketika ini melibatkan Golkar sebagai runner-up pemilu legislatif yang lalu dan terkesan kompak sebelumnya, ini menandakan bahwa ada muncul sebuah pemikiran kritis yang coba dimunculkan oleh gerakan muda partai ini, sebuah gerakan yan tentunya tidak bisa dianggap remeh, karena apabila kita melihat potensi orang – orang muda yang berbicara ini, mungkin saja sesudah pemilu nanti saatnya untuk politikus lawas di Golkar untuk bersiap – siap angkat kaki dari partai ini karena tergerogoti oleh cara pandang inovatif dan baru dari orang – orang muda tersebut, artinya apa, bukan sekarang tapi nanti partai ini akan bertambah besar apabila konflik ini bisa dikelola dengan baik.
Di lain sisi, tentu saja media - media yang secara kasat mata seperti Metro TV Nasdem dan TV One Golkar akan bertempur dengan lebih cerdas lagi, ketika dialog ini terjadi di MEtro TV, TV One malahan mengadakan wawancara ekslusif dengan ARB yang berulangkali optimis dengan pilhannya tersebut, dari cara menjual mereka, mana yang akan dapat mempengaruhi pilihan masyarakat?, atau tanpa mediapun rakyat republik ini sudah tahu siapa yang terbaik?...hidup Indonesiaku..Salam..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H