Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ratna Sarumpaet: (off the Record) Prabowo Temui Gusdur sebelum Peristiwa 98

14 Juni 2014   02:15 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:50 8640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratna Sarumpaet meminta agar Muladi dikejar (Sbrgbr:repub)

[caption id="" align="aligncenter" width="465" caption="Ratna Sarumpaet meminta agar Muladi dikejar (Sbrgbr:repub)"][/caption]

Tadi saya menonton dialog di TV one yang menghadirkan Ratna Sarumpaet (RS), RS diundang sebagai aktivis HAM di dalam tema dialog : ISU HAM dalam Pilpres, tentu para penonton TV one akan mengira bahwa RS akan banyak menjual jualan untuk kepentingan TV one seperti beberapa narasumber di TV tersebut, namun para pemirsa agak terhibur dan terhenyak karena sosok blak – blakan ini benar – benar blak – blakan mengungkapkan beberapa hal yang menarik, sebagai berikut :

Ratna Sarumpaet mengklarifikasi bahwa dia tidak bersama L.B Moerdani

Bukannya langsung membahas Prabowo dalam kasus HAM, RS nampaknya memanfaatkan kesempatan dialog tersebut untuk sepertinya membela diri,RS menceritakan bahwa pada saat peristiwa 98 dia berada di penjara dalam kaitan dengan kasus Marsinah dan baru keluar dari penjara 1 hari sebelum Soeharto lengser, RS juga menjelaskan bahwa dia dituduh ikut didalam gerakan Jenderal – jenderal yang mau Kristenisasi tahun 1995 dan dia jeals membantahnya, mendegar penjelasan RS ini saya sendiri bingung juga atas jawaban RS karena tidak sesuai dengan pertanyaan dan tema acara, mungkin RS sebelumnya ditekan dan dihantam isu, sehingga memanfaatkan ini untuk menjelaskan dan mengklarifikasi isu tersebut.

2 Hal off the Record yang RS dapatkan dari seorang Jenderal

Yang pertama menurut info yang RS dapat dari seorang Jenderal, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) seharusnya dibentuk sesudah ada keputusan dari Mahmil, atau seharusnya setelah PRabowo diadili namun pada kenyataannya tidak sesuai prosedur, Yang kedua, anggota DKP seharusnya berpangkat lebih tinggi daripada yang diadili namun ternyata hanya satu orang saja yang berpangkat lebih tinggi (Subagyo HS) sehingga bisa dianggap tidak sah menurut RS, untuk dua poin ini saya pikir tidak substansi dengan isu yang berkembang saat ini karena substansinya tetap pada penculikan, soal administrasi bisa saja hal yang berbeda kecuali RS bermaksud ada politisasi dari para perwira di DKP pada saat itu.

Perwira/ Jenderal (purn) ikut terpolitisasi

RS meminta agar para Jenderal (purn) yang lagi bicara blak – blakan agar berhenti dan yang lebih penting bagi RS adalah kebenaran diungkap, RS menganggap ada unsur mengkambinghitamkan Prabowo ketika memang terlihat bahwa banyak perwira ikut bertanggungjawab seperti Wiranto dan Sutiyoso.

Gus Dur, Habibie dan Muladi

Gus Dur dikatakan oleh RS adalah orang yang ditemui Prabowo sebelum peristiwa 98, RS tidak banyak menjelaskan tentang pertemuan tersebut, Habibie dianggap banyak mengetahui tentang proses penculikan tersebut, dan Muladi dianggap bisa menjadi penjelas dari surat dari Setneg pada jaman itu yang menyatakan bahwa Prabowo tidak didapati bersalah berdasarkan rekomendasi dari TPGF, secara pribadi tentu saya tidak tahu maksud RS untuk menghubungkan Gus Dur bisa saja fakta, bisa saj mencari simpati untuk PRabowo kah?

Munir dibunuh setelah mengungkapkan Kebenaran Posisi Prabowo

Lagi – lagi Cuplikan wawancara dengan (alm) Munir yang mendorong agar Prabowo dibuktikan secara hukum bersalah atau tidak, sepertinya hendak memberi pesan bahwa memang ada sesuatu dibelakangketidakpastian hukum yang diolah sedemikian rupa, sehingga muncul opini Prabowo belum tentu bersalah, RS yang dimintai komentarnya menganggap pandangan yang sama dgn munir dan RS berceloteh bahwa bisa saja wawancara tersebut berhubungan dengan pembunuhan Munir (tak lama sesudah wawancara tersebut RS dibunuh), lho..?

Secara pribadi saya melihat RS ini sampai disini melompat – lompat dalam memberikan keterangan, bagi saya kemungkinan besar RS terjebak sebagai narasumber dan merasa penting harus menjelaskan kepentingannya (isu dia dan L. B Moerdani pada 98), sehingga dia jadi penyebar “isu” yang melahirkan beberapa nama yang belum terbukti benar.

Tetapi menariknya adalah ketika RS diminta untuk menjawab mendukung siapa, RS menjawab dengan diplomatis bahwa dia mendukung kepentingan bangsa, artinya RS berharap yang terbaik bagi bangsa, padahal dalam beberapa kali saya membaca di media RS berpihak kepada pasangan Prabowo – Hatta, apakah RS telah berubah pilihan? atau benar bahwa dia hanya mendukung kepentingan bangsa tanpa terlihat memihak? kita tunggu sepak terjang RS selanjutnya..Salam

Kampung Posunga, Juni 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun