Pro-kontra TPP
Deklarasi Indonesia untuk bergabung dengan Trans-Pacific Partnership (TPP), berlanjut dengan sikap pro dan kontra. Berbagai alasan dan pertimbangan mengarah pada sikap kontra dan tidak setuju; menunjuk pada kesiapan para pelaku di dalam negeri, kecemasan akan kemampuan bersaing, ditambah segera berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community). Sangat langka komentar atau sikap pro atau mendukung; sementara sikap kontra didasarkan TPP mengusung perdagangan bebas (Free Trade), yang erat dengan liberalisasi dan pembebasan aturan atau hambatan (barier).
Peluang TPP dan Tri Polar Integrasi
Dari latar belakang pembentukannya, TPP merupakan pengembangan "Free Trade Area" dan Integrasi Perekonomian beberapa negara dalam persaingan perdagangan global. Dengan integrasi dan tatanan yang berlaku di dalamnya, diharapkan akan melancarkan perdagangan antar negara yang berpartisipasi.
Perdagangan antar negara era modern mulanya berbasis Model Gravity dengan lanjutan pada Ricardian Theory dan berbagai varian, serta keunggulan komparatif (Comparative Advantage) suatu negara. Dalam era Perdagangan Bebas (Free Trade), strategi integrasi perekonomian tidak semata melihat dari sisi keunggulan komparatif atau keunggulan mutlak (Absolute Advantage), tetapi mempertimbangkan manfaat bersama yang saling melengkapi demi mencapai pertumbuhan perekonomian.
Melihat TPP dari sudut pandang Amerika Serikat (US) sebagai inisiator, terkesan merupakan upaya perluasan pasar produk dan tenaga kerja US dengan berbagai standar serta aturan ketat. Tetapi jika dikaji dari landasan perdagangan internasional era modern dan pertumbuhan perekonomian, integrasi pereonomian tersebut tidak akan berkelanjutan jika perekonomian mitra dagang, yang merupakan anggota, tidak bertumbuh. Dalam contoh berikut diberikan gambaran dampak pertumbuhan yang tidak berimbang dan implikasinya.
Misalkan dalam TPP, US dan Indonesia melakukan perdagangan setimbang (tanpa surplus atau defisit) dengan nilai 1.000 (produk US dengan harga satuan=25, volume=40). Jika perekonomian Indonesia (GDP atau Gross Domestic Product) menyusut 5% dan indeks elastisitas permintaan adalah 2, nilai impor Indonesia dari US akan berkurang 10% (dari 2x5%) atau dari nilai 1.000 menjadi 900 (harga satuan=25, volume=36). Untuk memulihkan nilai ekspor US ke Indonesia kembali menjadi 1.000 maka salah satu cara dengan menurunkan harga satuan (misalnya menjadi : 20) dengan harapan terjadi kenaikan volume menjadi 50. Jika tingkat produktivitas US sudah optimum, penambahan volume ekspor dengan menurunkan harga pasti akan berdampak pada pengurangan biaya produksi; yaitu dengan cara pengurangan upah pekerja. Tentu bukan hal ini yang diharapkan.
Contoh tersebut memberikan gambaran bahwa integrasi ala TPP akan mendorong perekonomian yang saling bertumbuh bukan kondisi dominasi dalam pengertian yang satu menguasai yang lain berdasarkan keunggulan yang dimiliki.
Nilai GDP anggota TPP (12 anggota dan 6 akan menjadi anggota) diberikan pada tabel-1 berikut beserta perbandingannya.
Total GDP Asean-10 (dari daftar 7 anggota TPP di atas ditambah GDP Myanmar, Kamboja, dan Laos) : USD 2.518 Miliar atau 4% dari Worldwide GDP. Dalam daftar nomor 1-18, yang dicetak tebal merupakan anggota TPP sesuai deklarasi 5 Oktober 2015, lainnya yang dicetak miring negara yang telah menyatakan keinginan atau deklarasi untuk bergabung.