Bukan hal yang mengejutkan jika hingga 22 Agustus 2016 tambahan penerimaan negara melalui Tax Amnesty baru mencapai IDR 908 Miliar. Dalam kondisi penerimaan negara yang tidak mencapai target, berbagai upaya mendapatkan "extra income" dilakukan seperti pada 2015 melalui kebijakan Revaluasi Assets. (Lihat artikel : Insentif PPh Revaluasi Aset Solusi Keliru). Dalam realitas kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami resesi (penurunan pertumbuhan) dan sejalan dengan berkembangnya "New Normal" perekonomian global, maka tidak dapat dipungkiri penerimaan pajak akan tertekan. Dalam kondisi normal baru tersebut, sektor private Indonesia mengalami masalah yang dikenal sebagai Resesi Neraca (Balance Sheet Recession) (Lihat artikel : Panorama Pelangi di Tengah Krisis Ekonomi Global). Memahami tekanan pertumbuhan global dan deflasi komoditas serta fenomena "Oil Glut", langkah Fokus Infrastruktur Domestik merupakan pilihan tepat. Langkah membangun dan memantapkan infrastruktur ini akan memberikan dampak langsung berupa lapangan kerja, pendapatan dan peningkatan konsumsi. Sedangkan dalam jangka panjang memberikan dampat pada peningkatan Human Capital (pendidikan, pengetahuan dan keahlian atau knowledge & skill), peningkatan sarana dan prasarana demi mendukung kegiatan ekonomi dan sosial, serta meningkatkan Comparative Advantage (khususnya perbaikan dalam kemudahan usaha serta faktor logistik).
Apakah yang ada dalam benak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) tentang Dirty Money ? Dalam artikel SMI : Dirty Money and Development, dibahas sumber masalah kemiskinan. Mengutip dari artikel tersebut : "The truth is that there is enough money in the world to get it done. One unexpected source of wealth that could play a large role is the world’s huge supply of dirty money: multinational companies’ undeclared profits, the proceeds of corruption, and the earnings of traffickers of drugs, weapons, and people – all of which is stashed away in offshore bank accounts, companies, and trusts. Dari kondisi tersebut maka kemudian diwujudkan kesepakatan global untuk memberantas "Dirty Money" melalui AEOI (Automatic Exchange of Information). Dengan AEOI akan diupayakan mencegah dan meniadakan transaksi yang berupaya mengelabui pajak (tax evasion). Salah satu langkah awalnya adalah memberikan kesempatan bagi para pelaku untuk mengakui dan mendeklarasikan; dan atas pengakuan tersebut pemerintah memberikan pengampunan dengan mengenakan "fee" yang telah ditentukan sesuai dengan waktu deklarasi.Â
Selain memberantas "Dirty Money", perlu juga dilakukan upaya untuk peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto). Salah satu peluang besar yang dilakukan adalah dengan mencatat transaksi yang selama terjadi "secara bawah tangan" atau disebut "Underground Economy"; dalamnya selain mencakup "Dirty Money" juga usaha kecil dan informal. Khususnya pada usaha kecil dan informal, upaya pencatatan transaksi ini dilakukan demi memberikan perhatian dan layanan termasuk dukungan agar usaha berkembang dan berkelanjutan; bukan upaya mengejar pajak semata.Â
Karena selama ini tidak dicatat, sulit untuk mengukur besaran "Underground Economy" dan memasukkannya dalam PDB. Mengutip dari kajian : "Chatib Basri dari FE-UI pernah menyebutkan perkiraan kasar underground economy di Indonesia bisa mencapai 40 persen dari PDB. Sinyalemen serupa pernah pula disampaikan oleh Faisal Basri yakni sekitar 30-40 persen yang berasal dari kegiatan usaha yang tidak membayar pajak, korupsi, atau melakukan usaha secara sembunyi-sembunyi atau di sektor informal sehingga tidak terekam sebagai salah satu kontributor PDB". (Sumber : Estimasi Underground Economy). Memang bukan langkah mudah dan "instant" untuk memperluas cakupan pencatatan pajak; tetapi langkah awal sudah dimulai melalui program PINTAR (Project on Indonesia Tax Administration Reform). PINTAR dalam implementasinya akan berjalan dan saling berkaitan dengan pencatatan penduduk yang dikenal dengan eKTP. (Lihat artikel : Integrasi Informasi dan Dua Sisi Mata Uang). Secara sederhana, andaikan implementasi program PINTAR berjalan 5(lima) tahun dan berhasil mencatat 50% dari "Underground Economy" yang setara dengan 15% dari PDB, maka secara rerata per tahun ada pertambahan 3% pada pertumbuhan PDB. Bukan hal muskil tetapi perlu tetap melangkah !
Â
Arnold Mamesah - 23 Agustus 2016
Masyarakat Infrastruktur Indonesia - Laskar Initiative
PS. Selamat ulang tahun buat Alexander S.!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H