[caption caption="Sumber Gambar: bataviadigital.perpusnas.go.id"][/caption]Lintasan Kisah Three in OneÂ
Three in One (TiO) memang bukan Es Krim Tutti Frutti yang memiliki 3 rasa. Tetapi kebijakan pemerintah DKI Jakarta yang "mewajibkan" 3 orang penumpang termasuk pengendara berada dalam kendaraan pribadi 4 roda saat masuk kawasan tertentu seperti Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Gatot Subroto Jakarta. Waktu yang ditentukan adalah Senin hingga Jumat kecuali hari libur dalam rentang waktu 07:00 - 10:00 dan 16:30 - 19:00 WIB.Â
Awal mulanya kebijakan ini diberlakukan untuk menekan dan membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan mengurangi beban jalan. Dalam perjalanan waktu, kebijakan ini tidak memberikan manfaat sesuai dengan tujuan; bahkan muncul dampak kehadiran "joki" untuk memparipurnakan jumlah penumpang dalam kendaraan. Kreativitas joki kemudian berlanjut dengan penggunaan balita yang lantas direkayasa dengan penggunaan "obat tertentu" sehingga tampak lemas.
Upaya menekan penggunaan kendaraan yang terus berlangsung sejalan dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor sebagai implikasi peningkatan kemakmuran; tidak selaras dengan pertambahan jalan. Juga sebaran pemukiman dan pertumbuhan sentra usaha yang tidak tertata menyebabkan penyediaan dan pengaturan sarana transportasi publik bak masalah nan tak kunjung terselesaikan.Â
Dimulainya pekerjaan pembangunan fisik MRT, menyita sebagian ruang yang menyebabkan kemacetan kian meningkat. Buah ddari kemacetan tersebut adalah inefisiensi dan pemborosan penggunaan bahan bakar, pemborosan waktu, dan dampak psikologi yang dialami pengendara serta pengguna kendaraan serta transportasi publik.
Dampak dari kewajiban 3 orang pada sisi lain menggoda pengguna dengan berbagai cara untuk mengelabui yang lantas berimplikasi pelanggaran dan pihak polisi akan melakukan tilang.
Uji Coba dan Pengukuran
Memperhatikan dampak yang muncul, Gubernur DKI Jakarta lantas melontarkan gagasan untuk pengakhiran kebijakan TiO. Salah satu pertimbangan untuk menghilangkan joki dan penggunaan balita. Tetapi dibalik itu terbersit niat untuk menghilangkan atau mengeliminasi godaan pelanggaran yang berbuah tilang atau penyelesaian pelanggaran di tempat.Â
Uji coba dilakukan untuk waktu 7 hari kerja sejak Selasa, 5 April 2016. Waktu tiga hari dan observasi sesaat (snapshot atau sporadis) tentunya bukan cara yang tepat mengukur dampak pengakhiran atau penghapusan TiO. Terlalu singkat waktu 7 hari untuk mengharapkan perubahan perilaku masyarakat pengguna kendaraan pribadi serta transportasi publik. Dalam kondisi keterbatasan transportasi publik nan layak dan nyaman serta terintegrasi; yang menyediakan layanan bagi masyarakat menuju ke tempat kerja atau sebaliknya, berharap terjadinya perubahan perilaku masyarakat untuk mengandalkan transportasi publik juga suatu harapan yang berlebihan ibarat "pepesan kosong".
Teruskan Tanpa TiO
Memperhatikan kondisi yang ada, sangat tidak elok dan sia-sia untuk berharap kemacetan berkurang drastis. Tetapi upaya mengeliminasi dampak joki dan godaan tilang akan merupakan pertimbangan yang elegan untuk mengakhiri TiO.Â