Bicara seputar utang publik (Government Debt), selalu muncul retorika dan sinisme, atau ilusi yang mencoba menggambarkan betapa besar beban yang harus ditanggung kelak oleh anak cucu generasi penerus bangsa.
Berdasarkan laporan yang diterbitkan Bank Indonesia (SULNI : Statistik Utang Luar Negeri Indonesia), hingga akhir Desember 2015 besar utang publik eksternal (government debt atau utang pemerintah) : Dolar Amerika (USD) 137.395.526.635 atau Seratus Tiga Puluh Tujuh Miliar Tiga Ratus Sembilan Puluh Lima Juta Lima Ratus Dua Puluh Enam Ribu Enam Ratus Tiga Puluh Lima Dolar Amerika; perlu dua puluh empat kata dengan 114 huruf (tanpa menghitung spasi) untuk mengkespresikan jumlah utang tersebut. Jika dinyatakan dalam Rupiah dengan rerata kurs tukar pada 2015, jumlah utang tersebut : Rp. 1.908.423.864.966.340 atau Seribu Sembilan Ratus Delapan Triliun Empat Ratus Dua Puluh Tiga Miliar Delapan Ratus Enam Puluh Empat Juta Sembilan Ratus Enam Puluh Enam Ribu Tiga Ratus Empat Puluh Rupiah ! (Silakan hitung jumlah kata dan hurufnya).
Bagaimana membayangkan jumlah utang tersebut secara fisik jika menggunakan setumpukan yang bernilai USD 10.000 dengan lembaran USD 100 ?
Peraga-1 memberikan gambaran USD 1 Miliar dengan USD 10.000 yang menggunakan lembaran USD 100.
Ada juga humor satire yang mengkaitkan utang publik dengan tangisan bayi, Mengapa bayi Indonesia waktu lahir tangisannya keras ? Konon saat lahir langsung tahu akan menanggung utang jutaan rupiah seperti gambaran pada Peraga-2.
Posisi "External Public Debt" Indonesia hingga akhir 2015 diberikan pada Peraga-3.
Sangat perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan utang swasta yang secara majemuk (CAGR) 5 (lima) tahun besarnya 14,8%; jauh di atas pertumbuhan sektor usaha. Sebagai perbandingan, berdasarkan BPS sektor usaha Transportasi dan Telekomunikasi mencatat kinerja pertumbuhan tertinggi dengan rerata 9,5%, sementara sektor lain di bawahnya atau bahkan negatif (Sektor Pertambangan dan Penggalian). Dapat dibayangkan besarnya beban himpitan utang eksternal sektor usaha (kondisi demikian disebut sebagai : Balance Sheet Recession Problem atau Problem Resesi Neraca).
Untuk memahami lebih dalam tentang kinerja pengelolaan utang publik, dapat dilihat perbandingan pada Peraga-4.