Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sikap Konservatif Bank Indonesia Berdampak Krisis Kian Dalam

22 September 2015   03:00 Diperbarui: 22 September 2015   08:56 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Target dalam Gejolak VUCA

Dalam mengejar target inflasi 2015 sebesar 4% +/- 1%, Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter cenderung menjalankan strategi defensif dan kebijakan makroprudensial yang cenderung konservatif. Dengan mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat 7.5% berdampak pada fleksibilitas ekspansi kredit yang saat ini dibutuhkan dunia usaha untuk terus melakukan kegiatan produksi dan membayar upah tenaga kerja.

Tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap valuta asing khususnya Dolar Amerika (USD) bagaikan momok yang selalu menghantui proses pengambilan keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam menentukan sikap. Dengan mempertahankan suku bunga acuan BI berharap dapat mengendalikan inflasi dan gejolak pasar uang yang sarat perilaku spekulasi. 

Pada realitasnya, pasar keuangan global (Financial Market) yang terhubung secara elektronik, sangat erat dengan kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Kondisi tersebut dapat diterjemahkan masing-masing sebagai penuh gejolak dan rentan, sarat dengan ketidakpastian, keruwetan, serta bermaknaganda atau multi tafsir terhadap suatu situasi, yang masing-masing dapat timbul atau secara bersamaan. Dalam kondisi demikian, pengambilan keputusan dari para pelaku secara individual atau bersamaan tidak lagi berbasis "rational expectation" tetapi sarat dengan "cognitive bias" khususnya perilaku ikut-ikutan (bandwagon effect).

Atas keputusan penundaan kenaikan suku bunga The Fed US yang disampaikan Janet Yellen pada 17 September 2015, muncul tanggapan dari Gubernur BI yang menyayangkan penundaan tersebut dan "mengharapkan kepastian"; juga Menteri Keuangan yang seakan mencemaskan perilaku spekulasi. Selayaknya jika memahami pasar financial dengan kondisi VUCA dan bias para pelakunya, komentar tersebut tidak perlu tetapi tetap mantap dalam tujuan (purposes) yang ingin dicapai pemerintah dan fokus pada implementasi paket stimulus yang sudah diluncurkan. (Kutipan : Without a clear focus, the was no common purpose and without common purpose, there wasn't effective execution. In war - and - business, that is FATAL).

Inflasi, Nilai Tukar, Suku BI dan Kredit

Dalam pengendalian SSK (Stabilitas Sistem Keuangan), BI menggunakan kerangka seperti berikut ini.

Pada chart di atas, dengan target inflasi yang telah ditentukan, sasarannya ada Rumah Tangga dengan kondisi keuangan serta daya belinya dan Dunia Usaha yang dalamnya melibat Korporasi, UMKM dan Koperasi dengan kinerja keuangannya.

Hingga akhir Agustus 2015, berdasarkan publikasi Biro Pusat Statistik, tingkat inflasi (YTD : Year To Date) tingkat inflasi Agustus 2015 besarnya 0,39% dan tingkat inflasi tahun berjalan besarnya 2,29%. Jika memperhatikan trend inflasi dalam 2 (dua) tahun terakhir, kecuali pada Desember 2014, dan diprakirakan hingga akhir tahun target 4% +/- 1% akan tercapai.

Gambaran tentang tingkat inflasi, nilai tukar IDR - USD, Suku Bunga masa 2012 - Agustus 2015 diberikan pada grafik berikut ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun