Napak Tilas Pembangunan Ekonomi
Dalam perjalanan kehidupan berbangsa yang merdeka, perekonomian Indonesia telah mengalami 3 (tiga) era masing-masing :
1. Era pasca kemerdekaan atau Orde Lama (1945-1966), pada masa Presiden Soekarno.
2. Era Orde Baru (1967-1998) masa kepemimpinan Presiden Soeharto, kental dengan aroma “Mafia Berkeley” yang mengusung ekonomi liberal. Dalam era ini penataan perekonomian Indonesia dilakukan melalui perencanaan dan sikap kehati-hatian (prudent), melakukan perubahan struktural dengan mengutamakan pembangunan bidang primer yaitu pangan dan pembangunan infrastruktur sebagai faktor penunjang utama.
3. Era Reformasi (1998 – kini), pasca Krismon 1998, diawali dengan kehadiran IMF (International Monetary Fund), sebagai “mesias ekonomi” membawa tema free market, free access, no barrier, anti-monopoly, deregulasi, privatisasi yang kemudian kental mewarnai kebijakan perekonomian Indonesia. Konon, tata perekonomian demikian disebut Sistem Ekonomi Neo Liberal.
Mengawali perjalanan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (JKW-JK) untuk masa 2014-2019, telah dibentuk Kabinet Kerja dengan awak berjumlah 34 (tiga puluh empat) orang dari berbagai kalangan dan latar belakang dan maritim dipakai sebagai “tag-line”.
Ditengah eforia dan gelombang kritisi dari masyarakat yang peduli kepada Kabinet Kerja, layak dikaji potret perekonomian Indonesia masa kini dalam ikhtiar (Endeavor) menggapai masa depan hingga kelak NKRI mencapai satu abad usia kemerdekaannya pada 2045.
Menuju Satu Abad – Model Tatapan Masa Depan (Foresight Model)
Dalam ikhitiar menggapai masa depan, perlu langkah yang berkesinambungan dengan memperhatikan potret masa kini (untuk pemodelan digunakan titik awal 2015) serta menggunakan model Tatapan Masa Depan (Foresight Model) menuju satu abad NKRI.
Sejalan dengan penyusunan langkah tersebut, layak diperhatikan tantangan dunia pada abad 21 yaitu berkaitan dengan masalah pangan, energi, dan air (The Energy Water Food Stress Nexus; 21st Century Challenges, Royal Geographical Society).
Berdasarkan jumlah populasi Indonesia 2015, dan asumsi PDB per Kapita 2015 dikaji kondisi perekonomian ekonomi dengan 3(tiga) asumsi tingkat pertumbuhan masing-masing :
I. Skenario pertumbuhan ekonomi 10% per tahun (skenario Reformasi Tegas, usulan Gustav Papanek, Raden Pardede, Suahasil Nazara, dalam buku Pilihan Ekonomi Indonesia, Oktober 2014)
II. Skenario pertumbuhan ekonomi 7% per tahun (usulan Sri Mulyani Indrawati, World Bank 2014)
III. Skenario pertumbuhan ekonomi 5.5% per tahun, sebagaimana pada pencapaian 3 (tiga) tahun terakhir (yang juga digunakan dalam asumsi penyusunan APBN 2015).
Gambaran kondisi ekonomi tersebut memperhatikan 3(tiga) milestone pencapaian yaitu milestone-I pada 2025, milestone-II pada 2035 dan milestone-III pada 2045 seperti pada diagram berikut ini.
Penjelasan diagram.
1. Populasi 2015 merujuk pada data BI dan asumsi proyeksi pertumbuhan per 5(lima) tahun
2. PDB per kapita menggunakan asumsi pencapaian PDB 2015 dan 3 (tiga) skenario tingkat pertumbuhan per tahun sebagaimana penjelasan di atas.
3. Klasifikasi PDB merujuk pada “World Bank Country Classification July 2013” yaitu :
a. Pendapatan Rendah (Low income) : $1.035 atau lebih rendah
b. Pendapatan Tengah-Bawah (Lower middle income) dalam rentang $1.036 hingga $4.085
c. Pendapatan Tengah-Atas (Upper middle income) dalam rentang $4.086 to $12.615
d. Pendapatan Tinggi (High income) : $12.616 dan selebihnya
4. Pada indikator institusional, infrastruktur, fundamental makro, tingkat pengangguran, dan HDI (Human Development Index), tingkatan 1 (terendah) hingga 10 (terbaik) merupakan penilaian subyektif.
5. Pada indikator pangan, energy, dan air, tingkatan 1 (terendah) hingga 10 (terbaik) merupakan praduga subyektif dengan pemahaman pada tingkatan 5 merupakan kondisi defisit, pada tingkatan 6 dan 7 sudah dapat memenuhi kebutuhan domestik sedangkan pada tingkatan 8,9, dan 10 merujuk pada kemampuan lebih (surplus) serta unggul dalam persaingan mancanegara.
Dengan memperhatikan diagram, dapat disimpulkan beberapa hal.
1. Pada Milestone-I, Indonesia mencapai klasifikasi pendapatan “Tengah Atas” yang memerlukan peningkatan pada infrastruktur, lapangan kerja, ketahanan pangan dan energi.
2. Pada Milestone-II, Indonesia mencapai klasifikasi pendapatan “Tinggi” dengan skenario I & II, tetapi pada klasifikasi “Tengah Atas” dengan skenario pertumbuhan III. Setelah mencapai Milestone II, dilanjutkan dengan memantapkan keunggulan dalam persaingan mancanegara.
3. Pada Milestone-III, saat merayakan satu abad kemerdekaan NKRI, telah masuk dalam klasifikasi pendapatan “Tinggi” yang saja mandiri, dan dapat memenuhi kebutuhan negeri lain (surplus).
Angka dan pencapaian dengan menggunakan Foresight Model sebagaimana disajikan di atas hanya akan menjadi impian semata jika tidak didukung dengan strategi dan perencanaan yang komprehensif dan matang.
Era Orde Baru dengan model yang dikembangkan para “Mafia Berkeley” telah menghantarkan Indonesia menjadi “Baby Asian Tiger” pada dekade awal 1990 (sebelum kemudian luluh lantak akibat terjangan Krismon 1998). Pembelajaran yang sangat layak diteladani adalah strategi membangun infrastruktur dan mengembangkan ketahanan pangan selaras dengan kondisi negeri dengan latar berlakang sebagai negeri agraris.
Belajar dari pengalaman negeri lain, dapat dikaji sebagai pembelajaran antara lain dari :
1. Pola pemulihan ekonomi negara-negara yang terdampak perang misalnya Jerman, Perancis, Jepang, Korea
2. Pola pembangunan ekonomi negara-negara yang tergabung dalam negara persemakmuran.
3. Pola pengembangan ekonomi Negara-negara yang kemudian tergabung dalam BRICS (Brazil, Rusia, India, China, South Africa)
Dari catatan Era Orde Baru dan pengalaman negeri lain sebagaimana diberikan di atas, ada satu dan hanya satu kata kuncinya yaitu pembangunan dan pengembangan Infrastruktur.
Tapak Langkah ke Muka Infrastruktur Negeri
Pengembangan infrastruktur merupakan prasyarat utama dan patut menjadi prioritas dalam menggapai sasaran sebagaimana diberikan pada Model Tatapan Ke Depan Negeri Indonesia. Namun tidak hanya pengembangan infrastruktur, tetapi perlu juga diperhatikan peningkatan institusi, kemampuan insan dan individu pelaku untuk kemudian secara harmonis, terintegrasi dan selaras dengan lingkungan melakukan pengembangan industri secara berkelanjutan.
Dalam pengembangan industri, layak diperhatikan harta kekayaan alam negeri sebagai faktor keunggulan dan juga antisipasi akan ancaman abad-21 sebagaimana dijelaskan di atas. Tidak dapat disangkal, besaran populasi pada kisaran angka tiga ratus juta merupakan sumber daya dalam mendukung pengembangan industri tetapi juga merupakan potensi pasar yang besar dalam menyerap produksi.
Dalam pengembangan infrastruktur Indonesia, tantangan yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan sehingga diperlukan pengembangan menuju perwujudan Interkoneksi Indonesia
2. Sebaran dan kondisi aktual yang tidak seimbang akan infrastruktur negeri bagian Barat dan bagian Timur. (secara sederhana, untuk pemisahnya dapat digunakan Garis Wallace).
3. Keselarasan dengan sumber daya dan kondisi alam sehingga industri dapat dikembangkan berbasis pada kekayaan alam yang tersedia. Dalam hal ini, pengembangan industri pangan baik berbasis pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan termasuk industri proses serta turunan serta industri pendukungnya.
4. Pola prioritas dan manfaat dengan tidak tergoda untuk pengembangan infrastruktur berskala besar (proyek mega) tetapi pada skala cukup, tepat sasaran dan dapat segera berhasil guna.
5. Selalu keselarasan dengan lingkungan termasuk kondisi alam dan penduduk.
Mobilisasi Sumber Daya Mewujudkan Infrastruktur Negeri
Kesepakatan untuk mewujudkan infrastruktur negeri sebagai landasan pertumbuhan ekonomi membutuhkan hasrat serta niat yang utuh dan kokoh dalam memobilisasi sumber daya. Bisikan dan godaan untuk berhutang, seakan menafikkan pengalaman masa lalu akan skema IGGI (sempat berubah menjadi CGI) yang kemudian dirasakan sebagai tindakan menggadaikan masa depan. Namun menunda hingga mampu bak menunggu godot dan membuang kesempatan.
Bagaimanakah memobilisasi sumberdaya ? Adakah inovasi dan kreativitas sehingga dapat memobilisasi sumber daya yang mampu mendukung pengembangan infrastruktur negeri.
Beberapa peluang dan kesempatan yang dapat dikaji antara lain :
1. Pemanfaatan Cadangan Keuangan Nasional yang merupakan akumulasi dana yang bersumber antara lain dari pensiun, asuransi dan jaminan sosial, yang dikelola sebagai Dana Investasi Jangka Panjang
2. Mobilisasi melalui Gerakan Menabung Nasional untuk Infrastruktur. Secara khusus, minat menabung (saving) layak dimotivasikan kepada segenap masyarakat yang sementara ini lebih gemar menggunakannya untuk konsumsi (spending).
3. Penggalangan dana melalui sekuritisasi asset
4. Mengundang partisipasi negara sahabat untuk bersama mengembangkan infrastruktur
5. Mendayagunakan harta kekayaan negeri yang didapatkan dari hasil sumber daya alam (saat ini diperlakukan sebagai penerimaan negara bukan pajak). Khusus untuk hal ini perlu dilakukan perencanaa tertata dalam beberapa tahapan dengan pertimbangan bahwa saat ini anggaran pemerintah masih sangat membutuhkannya. Tetapi dengan mengingat bahwa kekayaan negeri selayaknya digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran pada generasi mendatang, maka hasil sumber daya alam negeri patut digunakan dalam berinvestasi khususnya dalam pengembangan instrastruktur negeri.
Sungguh merupakan suatu keindahan dan ungkapan syukur saat Infrastrutur Interkoneksi Indonesia dapat mewujudnyata sehingga Model Tatapan Ke Depan Indonesia menuju usia satu abad Republik Indonesia bukan sekedar angka tetapi kenyataan.
Kita tidak ingin terperangkap tetapi ingin menggapai dan mewujudnyatakan impian kita.
Jelang penghujung Oktober 2014
S. Arnold Mamesah – Laskar Initiative
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H