Engine of EconomicsGejolak Global
Angka deflasi sebesar minus 0,45 prosen yang terjadi pada masa April 2016 diberi "tagline" terendah sejak 2000. Sementara trend inflasi minus dalam jangka panjang atau disebut deflasi, juga terjadi dalam pasar global khususnya pada produk komoditas dan energi.
Dengan inflasi negatif dan trend inflasi yang turun, pemerintah tetap mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia (Produk Domestik Bruto) 2016 pada angka 5,3%. Pemerintah tetap optimis dan berupaya mencapai tingkat pertumbuhan tersebut dengan berpegang pada strategi stimulus perekonomian yang berdampak pada defisit anggaran dan peningkatan utang.
Sementara dengan kondisi yang mengarah pada spiral deflasi (terus turun), IMF dan World Bank menurunkan prediksi pertumbuhan global pada kisaran 3% (2,9%-3,1%). Salah satu ancaman global yang dicemaskan IMF dan World Bank adalah peningkatan utang publik yang dapat menimbulkan krisis keuangan dengan dampak tularannya (Contagion Effect) seperti terjadi di area South East Asia Region 1997-1998 (Di Indonesia disebut : Krismon 1998).
Beberapa masalah global digambarkan pada Peraga-1 berikut ini.
1. IMF - World Economic Outlook (April 2016) Â
2. World Economic Forum (Deepening Inequality)
Penurunan pertumbuhan global tidak dapat segera dipulihkan dengan kebijakan "mencurahkan dana murah" seperti yang  dilakukan The Fed US pasca Krisis Keuangan 2007-2008, Jepang, dan Europe Area (European Central Bank Assets Purchase Program). Bersama dengan kebijakan "Zero Lower Bond" atau Negative Interest Rate yang diberlakukan telah menyebabkan curahan dana murah (Glut of Fund). Belajar dari pengalaman Quantitative Easing The Feb sejak 2010, dana murah (low interest rate) yang mengalir ke negara-negara "Emerging Markets & Developing Economies" (termasuk Indonesia) melalui "short term loan" telah menimbulkan gejolak nilai tukar sejak diumumkan normalisasi pada 2013.
Dalam perekonomian yang tertekan, pilihan "Pengetatan Anggaran" (Austerity) terbukti telah menimbulkan dampak yang parah seperti dialami perekonomian Yunani dan negara-negara di Amerikan Latin. Sementara Stimulus Anggaran yang berdampak peningkatan defisit fiskal, akan selalu berhadapan dengan retorika "Anti Utang" atau histeria ledakan utang yang merampok masa depan. Sementara pertumbuhan perekonomian global bergejolak, kesenjangan (gap) dan ketidaksetaraan (Inequality) makin membesar yang rawan gejolak politik serta perebutan kekuasaan serta berujung pada memburuknya perekonomian akibat  "capital flight" (pelarian modal).Â
Memang tidak mudah untuk memahami logika dan implikasi perekonomian yang sangat rentan dipengaruhi dengan politik serta ambisi kekuasaan yang dibungkus dengan tajuk "memperjuangkan nasib rakyat".