Pandangan Pakar
Jika sampai seorang "Empu" atau Pakar Perekonomian, Prof. DR. Emil Salim (ES), mantan Mantan Perhubungan 1973-1978, berkomentar dan mengkritisi rencana Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (PKC-JB) atau High Speed Train (HST) Jakarta Bandung; berarti ada sesuatu yang dirasakan menggangu seperti yang disampaikan dalam artikel : Emil Salim Heran Menteri Rini Ngotot Lanjutkan Proyek KA Cepat Jakarta-Bandung. Ada 10 (sepuluh) butir pertanyaan, mulai dari kelayakan, pendanaan, peran BUMN, disiplin perencanaan beserta peran dan tanggung jawab kementerian, sumber dana dan opsi pengadaan, transfer teknologi, dan pertimbangan geopolitik.
Sejalan dengan PKC-JB, telah terbit Peraturan Presiden (PP) No. 107/2015, ditandatangani Presiden Jokowi pada 6 Oktober 2015. Dalam PP ditetapkan BUMN Wijaya Karya (WIKA) sebagai pimpinan konsorsium dan anggota Jasa Marga, Kereta Api Indonesia, dan PTPN-VIII. Selanjutnya, pada 16 Oktober 2015 telah diresmikan Konsorsium antara BUMN Indonesia yaitu PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) bersama dengan perusahaan China Railway International Co Ltd dari China dibentuk untuk PKC-JB.
Terhadap penerbitan proyek PKC-JB dan PP 107/2015, Rektor ITB, Prof. Dr.Ir. Kadarsah Suryadi (KS), menyatakan dukungan sejalan pengembangan kampus dengan konsep "technopark' di sekitar Walini serta pertimbangan waktu perjalanan Jakarta - Bandung. Pakar transportasi Prof. DR. Harun A. Lubis (HAL) memberikan juga dukungan dengan pertimbangan dampak pada ekonomi dan lingkungan. (Lihat artikel : Kereta Cepat Topang Akses Pengembangan Rencana Kota Baru Walini). Dukungan dari sudut pandang yang sedikit beda, diberikan Prof. DR. Rhenald Kasali (RK) seperti pada dua seri artikel : Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Ada juga pandangan dari non-pakar masing-masing dalam : Pilihan Q-Marks pada High Speed Train Bandung-Jakarta yang melihat dari sisi pendefinisian masalah (initial problem statement) dan metodologi penyusunan solusi; serta Quo Vadis Kabinet Kerja: Konflik Para Profesional berkaitan pola kerja tanpa Perencanaan Strategis dan tindakan Intervensi menteri.
Kontardiksi dalam Kelangkaan dan Kegunaan
Kontradiksi Nilai (Value Paradox atau Diamond Water Paradox), pertama dicetuskan Adam Smith (abad ke-18). Secara sederhana memberikan makna bahwa berlian itu indah dan mahal sedangkan air merupakan kebutuhan keseharian. Dalam menentukan keputusan sering lebih memilih berlian yang tidak terlalu dibutuhkan. Memang perekonomian kental dengan masalah "scarcity" (kelangkaan) dan "utility" (kegunaan); pilihan "berlian" dibandingkan dengan "air" adalah sangat tidak tepat.
Merujuk pada 10 butir pertanyaan ES tentang PKC-JB, masalah "scarcity" dan "utility" menjadi pertimbangan. Dalam kondisi resesi perekonomian, tentunya ES sudah berhitung dan berpikiran jangka panjang sejalan dengan mahzab "Sustainable Economic Development" yang selalu diusungnya. Sehingga inti pertanyaan menjadi : Apakah akan pilih "berlian" alias PKC-JB ?
Sementara, sulit menerima rasionalisasi dari Rektor ITB KS dan Pakar Transportasi HAL tanpa landasan Generally Accepted Principle. Pernyataan dukungan hanya berdasar pada pemikiran sesaat yang mungkin terlintas tanpa dukungan model serta perhitungan yang sudah terbukti (Best Practices). Hal yang serupa dengan apologi atau pembelaan yang diberikan RK.
Apabila pada kemudian hari ada gugatan atas dukungan yang diberikan dari para pakar, apakah kemudian yang akan menjadi landasan pembelaan ? Dalam kondisi demikian, biasanya akan menunjuk pada proses dan pelaksanaan yang berlangsung di luar kekuasaan para pakar tersebut alias "Beyond Their Control".Â