[caption caption="www.straitstimes.com"][/caption]Porsi Anggaran, APBN, Pajak
Dari artikel Moneter Mandul dalam Jebakan Likuiditas, terlontarkan sanggahan : "Kalau memang share APBN masih single digit (below 10%) lantas sebaiknya harus berapa prosen agar bisa tumbuh 7-8% ?". Apakah tidak mendapatkan pembelajaran dari pengalaman negara lain misalnya dari yang sedang mengalami "depressed economy" seperti Brazil, South Africa' atau mengadopsi cara Turkey atau India ?Â
Membandingkan secara "apple to apple" jejak pertumbuhan ekonomi bukan sekedar bercerita tentang rasa serta selera saat menikmati Kebab Turki, Martabak India, "Pizza Napoletano", bahkan Martabak HAR khas "kota Pempek" Palembang' tetapi layak memperhatikan kondisi setempat. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu "endeavour" atau hijrah atau bahkan suatu "long and winding road" menuju peningkatan kemaslahatan dan kesejahteraan.Â
Peraga-1 di bawah ini menggambarkan "share" anggaran belanja beberapa negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB=GDP).
[caption caption="Prepared by Arnold M"]
Sumber Informasi : World Bank - World Development Indicator; angka dalam prosen dan merupakan rerata 2010-2014.
Merujuk pada rerata "High Income Countries", share APBN 9,27%, hanya separuh dari "Benchmark Indicator".
Formula perhitungannya sederhana yaitu : Y=C+I+G, dengan Y : national income, C : fungsi consumption masyarakat, I : Investment atau Investasi, G : government expenditure (APBN). Menggunakan "Trend-Analysis (historical)" & "Simulation & Prediction (foreward looking)" selayaknya dapat disusun dan diprakirakan beberapa skenario besaran atau share "G" ideal bagi Indonesia; berdasarkan tahapan pertumbuhan dengan horison waktu panjang dan bukan secara tahunan semata.
Merujuk pada keseimbangan anggaran, peningkatan share G akan berimplikasi pada besaran pajak yang akan dikenakan atas penghasilan dan keuntungan usaha. Dengan memperhatikan kondisi dunia usaha, khususnya korporasi, yang masih terbeban dengan masalah resesi neraca, peningkatan beban pajak dengan segala bentuk upaya, akan menurunkan minat investasi. Selain itu, serapan dana melalui pajak akan mengurangi besaran "dana masyarakat" yang dapat digunakan untuk konsumsi; walaupun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru dalam hal Penghasilan Tahunan yang Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dari perbandingan pada Peraga-1 di atas, selanjutnya diberikan beberapa pertumbuhan GDP (PDB), defisit anggaran dan beban utang seperti pada Peraga-2.