Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bias dan Bisa Seputar Kurs Tukar, Defisit, Utang, serta Efek Spiral Pemicu Krisis Global

20 Juli 2018   02:00 Diperbarui: 20 Juli 2018   02:21 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
General Gov Debt - by Arnold M

Bias Nilai Tukar

Dalam situasi kini dengan gejolak kurs tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD), muncul pembandingan kurs tukar 1971 (USD 1 = IDR 415) dan 2018 (USD 1 = IDR 14.400), kurs tukar IDR mengalami depresiasi terhadap USD hingga 3.500 %. Ibarat mendapatkan konfirmasi, langsung saja pembandingan bias alias sesat ini menyebar bak bisa atau racun untuk mengatakan "Rupiah Roboh". Benarkah demikian ?

Peraga-1 berikut ini memberikan gambaran serta pengayaan pemahaman.

Pembandingan Kurs USD IDR dan PDB - oleh Arnold M.
Pembandingan Kurs USD IDR dan PDB - oleh Arnold M.
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa kurs tukar IDR terhadap USD terdepresiasi hingga 3.500 %; tetapi PDB (Produk Domestik Bruto) menjadi 50 (lima puluh) kali lipat atau 5.000 %; jauh di atas angka depresiasi untuk waktu yang sama. Jika dibandingkan dengan 1998, PDB 2017 telah menjadi 10 (sepuluh) kali lipat atau 1.000% sementara kurs tukar hampir sama. Tentunya cara pandang seperti ini ibarat "photo-snapshoot" yang dilakukan secara sporadis tanpa memperhatikan siklus, tren atau kecenderungan, serta pola atau pattern perubahan dalam kurun waktu tertentu.

Gejolak kurs tukar alias depresiasi yang timbul selalu dikaitkan dengan defisit transaksi berjalan; khususnya pada neraca perdagangan sejak awal 2018. Peningkatan defisit migas akibat kenaikan "International Crude Price" dianggap sebagai biang defisit selain barang impor lainnya. Namun dengan angka inflasi yang cenderung stabil, dapat disimpulkan tidak ada "imported inflation" dan peningkatan impor barang konsumsi. Lalu bagaimana untuk dapat memahami fenomena defisit neraca perdagangan setelah selalu mengalami surplus sejak 2015 hingga 2017.

Peraga-2 akan memberikan gambaran arus masuk investasi modal asing (FDI capital inflow).

FDI Inflow - by Arnold M.
FDI Inflow - by Arnold M.
Sumber informasi : Bank Indonesia - SDDS

Peraga di atas menunjukkan bahwa aliran masuk penanaman modal asing (FDI) pada masa 2017 Triwulan-2 hingga 2018 Triwulan-1 meningkat dibandingkan dengan dua masa sebelumnya; serta hampir sama dengan masa 2013 Triwulan-2 hingga 2014 Triwulan-1. Hal ini memberikan indikasi bahwa terjadi pemulihan kepercayaan terhadap iklim dan imbalan investasi di Indonesia. 

Merujuk pada FDI Intelligence Report 2018, berdasarkan aliran dana yang masuk, Indonesia pada peringkat 6 wilayah Asia Pasifik. (Lihat Peraga-3).

FDI Inflow 2017 - source : FDI Intelligence Report 2018
FDI Inflow 2017 - source : FDI Intelligence Report 2018
Namun aliran dana masuk tersebut tentu akan menimbulkan kebutuhan akan barang modal (capital goods) dengan besaran pada kisaran 40% - 50% dari jumlah dana yang masuk. Sementara situasi perdagangan global yang terimbas demam "Trade War" akan menekan pertumbuhan ekspor; sehingga defisit pada neraca perdagangan merupakan implikasi logis yang tidak dapat dihindarkan.

Fenomena Defisit dan Utang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun